Saya sangat yakin tentang pentingnya pendidikan, termasuk
Pendidikan Agama Islam sebagai media peningkatan sumber daya manusia (SDM). Pemerintah
Indonesia telah berkomitmen bahwa upaya peningkatan sumber daya manusia
merupakan hal yang niscaya dan seharusnya menjadi prioritas utama dalam
pembangunan bangsa.
Perlunya peningkatan SDM tersebut, terutama karena rendahnya
tingkat kualitas manusia Indonesia sebagaimana terbaca dalam laporan resmi
badan dunia UNDP. UNDP melalui Human Development Report tahun 2015
melaporkan tingkat kemajuan manusia di seluruh dunia. Ukuran kemajuan ini
didasarkan pada penilaian terhadap tiga variable utama, yaitu tingkat kesehatan
dan usia hidup manusia (long and healthy life); pengetahuan (knowledge)
dan kelayakan standard hidup manusia (a decent standard of living). Human
Development Index (HDI) tahun 2015, menempatkan Indonesia hanya di
peringkat ke-110, sangat menyedihkan !!
Sementara itu, dilaporkan pula bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi selama 200 tahun terakhir mengalami kemajuan sangat
cepat, bahkan lebih cepat dari apa yang pernah diprediksikan para pakar.
Perkembangan iptek 200 tahun belakangan ternyata jauh lebih cepat dari
perkembangan iptek 2000 tahun sebelumnya. Tentu saja perubahan ini berdampak
besar terhadap pola perilaku manusia, termasuk di dalamnya perilaku sosial
keagamaan mereka. Umat Islam harus
merespon perubahan tersebut melalui pendidikan.
Mengapa pendidikan? Sebab, pendidikan merupakan bentuk investasi
atau penanaman modal suatu bangsa yang amat penting. Di antara semua bentuk
investasi yang dilakukan suatu bangsa, pendidikan yang baik dan profesional
merupakan investasi paling penting, paling produktif dan paling menjanjikan.
Karena itu sudah sangat sewajarnya jika pendidikan diposisikan pada puncak
skala prioritas pembangunan bangsa dan negara.
Untuk merealisasikan hal ini tentu dibutuhkan kemauan
politik yang kuat dari para pimpinan negara, terlebih lagi karena pendidikan
merupakan jenis investasi jangka panjang. Rata-rata hasil pembangunan bidang
pendidikan baru terlihat setelah suatu jangka waktu tertentu, umumnya setelah
20 tahun atau satu generasi. Itulah tantangannya sehingga investasi di bidang
pendidikan ini sering tidak menarik kalangan investor yang ingin cepat-cepat
meraih keuntungan.
Mencapai keberhasilan dalam pendidikan sangat dibutuhkan
kesabaran, keuletan dan kegigihan dari semua elemen masyarakat, termasuk
ketabahan menunda berbagai kesenangan. Sekedar catatan, bahwa Indonesia
tercatat sebagai negara paling rendah menginvestasikan diri dalam pendidikan.
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu usaha sadar yang
sengaja dikemas untuk mempersiapkan manusia agar mampu memecahkan pelbagai
problem sosial yang dihadapinya sehari-hari sehingga pada gilirannya nanti mereka
berhasil hidup di zamannya dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian,
institusi pendidikan menempati posisi amat strategis dalam menghadapi
perubahan-perubahan dalam masyarakat akibat kemajuan iptek dan tuntutan
dinamika manusia.
Mengapa pendidikan sangat relevan dalam upaya-upaya
peningkatan SDM suatu bangsa? Hal ini sangat jelas, knowledge is power
(ilmu pengetahuan adalah kekuatan). Pendidikan
yang berhasil merupakan sumber energi yang luar biasa bagi masyarakat, bangsa
dan negara. Keberhasilan suatu bangsa atau negara diukur salah satunya dari
unsur keterdidikan masyarakatnya. Semakin tinggi tingkat keterdidikan suatu
bangsa semakin tinggi pula tingkat kualitas hidup bangsa tersebut.
Pendidikan memiliki paling sedikit dua macam dampak
posistif. Pertama, meningkatkan kemampuan kerja manusia dengan keahlian
dan profesionalisme. Pendidikan membekali manusia dengan sejumlah keahlian dan
profesionalisme sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri menurut
bidang-bidang yang dikembangkan, seperti manajemen, kesehatan, pertanian,
keguruan, dan teknologi. Kedua, pendidikan mempunyai dampak besar dalam
upaya peningkatan kemajuan berpikir dan bertindak rasional. Pendidikan memiliki
andil dalam memperluas cakrawala berpikir dan memperdalam wawasan di segala bidang
kehidupan, tak terkecuali dalam kehidupan keagamaan.
Pendidikan memudahkan manusia mengakses informasi
seluas-luasnya. Perpaduan informasi dan ilmu pengetahuan merupakan kekuatan
yang dahsyat. Sementara itu, dengan
memiliki informasi dan pengetahuan yang luas, masyarakat dalam suatu bangsa
akan lebih mudah mengenali berbagai alternatif tindakan yang tersedia sehingga
pada gilirannya mempermudah mereka untuk menemukan solusi bagi problem yang
dihadapinya.
Pentingnya
Pendidikan Islam
Umat Islam secara normatif meyakini bahwa pendidikan sangat
penting bagi manusia, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Ditemukan sejumlah ayat dan hadis menjelaskan betapa tingginya posisi
orang-orang yang menekuni pendidikan dan bidang keilmuan. Sayangnya, konsen ini
baru pada tataran normatif, belum banyak terwujud dalam aksi nyata.
Umumnya ahli pendidikan Islam sepakat bahwa tujuan utama
pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Muslim sehingga terwujud manusia
yang bermoral atau berakhlak mulia. Pendidikan harus mampu mewujudkan cita-cita
Islam yang mencakup pengembangan potensi rohani dan jasmani manusia sehingga
membentuk manusia beriman dan berilmu secara seimbang.
Perlu diberi catatan
di sini bahwa keimanan dan ketakwaan manusia, sebagaimana yang ingin diwujudkan
dalam pendidikan Islam hendaknya tidak diukur atau dilihat secara sempit.
Keimanan dan ketakwaan seseorang tidak dapat diukur hanya pada hal-hal yang
sifatnya legal formal, seperti pelaksanaan ibadah salat, puasa dan haji atau
rajin menghadiri majelis taklim atau kumpulan zikir dan seterusnya. Demikian
pula tidak bisa diukur dari hal-hal yang bersifat sangat simbolistik, seperti
panjangnya jenggot laki-laki, panjangnya jilbab perempuan atau seringnya
menggunakan label-label syariah dan sebagainya.
Hakikinya, indikasi
utama keimanan dan ketakwaan seseorang tercermin pada seberapa besar empati dan
komitmen seseorang pada upaya-upaya transformasi dan humanisasi di dalam
masyarakatnya atau dalam term Al-Qur’an disebut sebagai amar ma’ruf nahy
munkar. Upaya-upaya tersebut mencakup semua upaya mentransformasikan diri,
keluarga dan masyarakat ke arah yang
lebih baik, lebih positif dan lebih konstruktif. Misalnya, membangun lingkungan
yang bersih, baik secara material maupun moral; menolong fakir-miskin; membantu
anak-anak dan perempuan terlantar serta kelompok rentan lainnya; mengentaskan
kemiskinan; menghindari perilaku korupsi; menjauh dari semua tindakan
diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan dengan dalih apa pun, termasuk
kekerasan yang menggunakan alasan agama.
Upaya-upaya humanisasi juga mencakup aspek yang sangat luas seperti
upaya edukasi, publikasi dan advokasi yang kesemuanya dilakukan untuk mengubah
seseorang atau masyarakat menjadi lebih manusiawi. Termasuk juga di dalamnya
upaya-upaya merawat lingkungan semesta agar planet ini tetap nyaman dihuni oleh
generasi mendatang.
Agar pendidikan Islam dapat mewujudkan
manusia yang beriman dan bertakwa dengan sejumlah indikasi yang disebutkan
tadi, pendidikan hendaknya menyentuh dan mengaktualkan ketiga aspek penting
dalam diri manusia secara bersamaan, yakni aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Inilah problemnya, karena dalam
realitas sosial di masyarakat pendidikan Islam pada umumnya baru menyentuh
aspek kognitif, dan itu pun belum optimal.
Akibat dari
pendidikan yang hanya mementingkan sisi kognitif belaka adalah seperti yang
dewasa ini kita saksikan. Pendidikan Islam pada umumnya hanya mewujudkan
manusia-manusia yang mengerti Islam, tetapi kurang mampu atau bahkan tidak
mampu menginternalisasikan atau menghayati makna hakiki ajaran Islam, apalagi
mengimplementasikan pengetahuan keislamannya itu ke dalam perilaku islami
sehari-hari.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan pendidikan Islam yang
demikian adalah munculnya ribuan sarjana Muslim tetapi belum memberikan
kontribusi positif yang optimal bagi bangunan peradaban Islam atau ketamaddunan
Islam masa kini. Dengan ungkapan lain, para sarjana Muslim tersebut belum
sepenuhnya mampu memberikan solusi yang signifikan terhadap berbagai problem
sosial kontemporer yang dihadapi masyarakat Muslim dewasa ini.
Karena itu, ke depan pendidikan Islam harus mampu mengubah
dan mengembangkan ketiga potensi dasar manusia: pengetahuan, sikap dan perilaku
ke arah lebih baik, lebih positif, lebih arif dan lebih manusiawi.
Intinya, pendidikan Islam harus mampu menajamkan pikiran,
membuat seseorang menjadi lebih kritis dan rasional serta berwawasan luas dan
terbuka. Pendidikan Islam harus mampu menghaluskan perasaan: mengubah sikap
manusia ke arah lebih peka dan peduli, lebih inklusif, lebih toleran, lebih
pluralis, dan lebih humanis serta lebih peduli pada kelestarian lingkungan dan
alam semesta. Dan yang terakhir, tapi tidak kurang pentingnya adalah pendidikan
Islam harus mampu menumbuhkan kearifan: mampu mengubah perilaku manusia ke arah
lebih santun dan bermoral. Ringkasnya, tujuan akhir pendidikan Islam adalah
membentuk manusia berbudi-pekerti luhur atau berakhlak mulia.
Pertanyaan muncul, apa saja indikasi nyata dari berakhlak
mulia itu? Paling tidak, indikasinya dapat dilihat pada dua aspek. Pertama,
sikap senantiasa taat dan patuh kepada Allah swt. dengan melakukan semua perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Kedua, memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingga
selalu tergugah dan terpanggil menyelesaikan berbagai problem kemanusiaan yang
terjadi di sekitarnya, menghormati sesama manusia tanpa diskriminasi sedikit
pun, serta peduli pada kelestarian lingkungan.
Dengan ungkapan lain, tujuan pendidikan
Islam adalah memanusiakan manusia; menjadikan manusia lebih manusiawi; manusia
yang bukan hanya memiliki kesalehan individual, tetapi juga kesalehan sosial.
Manusia yang meyakini keberadaan dan keesaan Tuhan sekaligus memiliki empati mendalam
terhadap sesama manusia, bahkan sesama makhluk.
Empati terhadap sesama manusia
diwujudkan dalam bentuk aksi konkret pemihakan terhadap kelompok masyarakat
yang rentan, yakni kelompok manusia yang termarjinalkan (mustadh'afin),
seperti anak-anak yatim, anak-anak jalanan, anak-anak korban perang dan
konflik, fakir miskin, para penyandang cacat (disable people), perempuan
marjinal, buruh kasar, para pengungsi, dan orang-orang yang mengalami
kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi. Mari wujudkan pendidikan Islam yang
menjamin terciptanya baldatun thayyibah wa rabbun ghafur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar