Senin, 27 Mei 2019

MEMBACA Al-QUR’AN SECARA KRITIS DAN RASIONAL


MEMBACA Al-QUR’AN SECARA KRITIS DAN RASIONAL

 Musdah Mulia



Tak terasa tanggal 17 Ramadhan sudah menjelang. Artinya, perjuangan umat Islam dalam berjihad melawan nafsu dan ego telah melampaui garis tengah perjalanan Ramadhan. Tanggal 17 Ramadhan dalam  sejarah Islam diukir sebagai malam pertama turunnya ayat Al-Qur’an. Sangat unik, kitab suci Al-Qur’an dimulai dengan perintah membaca, iqra’ bismi rabbikallazi khalaq (bacalah dengan menyebut nama Tuhan-Mu yang telah menciptakan). Pertanyaan kritis muncul, mengapa tidak dimulai dengan perintah menyembah Tuhan? Bukankah ini adalah kitab suci dari Tuhan ?

Sejumlah analisis mufassir mengungkapkan bahwa hal itu dimaksudkan agar umat Islam dalam menjalankan agama selalu didasarkan pada pikiran kritis dan rasional. Sebab, Islam adalah agama yang vokal bicara tentang bahayanya taqlid buta (mengamalkan suatu ajaran tanpa mengerti makna dan hakikatnya) ; Islam juga paling depan bicara tentang buruknya bid’ah, takhayul dan khurafat (segala sesuatu yang tidak punya dasar yang jelas dalam agama). 

Itulah mengapa banyak ayat Al-Qur’an ditutup dengan ungkapan apala ta’qilun (mengapa kamu tidak berpikir ?), atau apala tatadabbarun (mengapa kamu tidak meneliti ?) dan berbagai ungkapan lain yang semakna.  Intinya, Allah swt selalu mengingatkan manusia agar selalu kritis dan menggunakan akal sehat dalam semua aspek kehidupan, tak terkecuali dalam aspek keagamaan.

Al-Qur`an dengan redaksi beragam mengajak manusia berpikir kritis dan bersikap rasional dalam merespon segala hal, kecuali hal yang berkaitan dengan Zat Allah. Pengetahuan tentang zat Allah mustahil dijangkau oleh pikiran. Manusia tidak perlu repot-repot memikirkan tentang Tuhan, manusia justru dihimbau memikirkan makhluk Allah, baik di langit, di bumi, maupun diri manusia sendiri (QS. ar-Rum, 30:42; Ali Imran, 190-191;  ad-Dukhan, 38-39 dan ar-Rad, 3). 
   
Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."

   
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.


Mereka yang berpikir kritis dan kreatif menggunakan nalar sehatnya mendapat kedudukan istimewa, dan Al-Qur`an mengapresiasi mereka dengan sejumlah pujian, seperti: ulul-absar, ulul-albab, ulun-nuha, dan ulul-`ilm.  Semua ungkapan itu mengandung makna:  manusia arif dan bijaksana.

Lalu, apa yang harus dibaca ? Sejumlah ayat mengarahkan agar bacaan umat Islam bukan hanya terbatas pada ayat-ayat qauliyyah dalam bentuk aktivitas tadarusan yang menjadi marak hanya di bulan Ramadhan. Akan tetapi, sangat dihimbau agar membaca ayat-ayat kauniyah (fenomena alam). 

Mengapa ini penting ? Sebab, salah satu faktor penyebab kemunduran peradaban Islam adalah karena umat Islam meninggalkan tradisi keilmuan berupa ketekunan melakukan riset dan pengkajian terhadap ilmu-ilmu alam sebagaimana dikembangkan para ilmuwan Muslim abad ke-9 sampai akhir abad ke-12. Sejak saat itu, umat Islam umumnya terbelenggu dalam bid’ah dan khurafat, serta terpasung dalam tradisi taqlid buta. 

Selanjutnya, menjadi semakin parah karena umat Islam lalu memahami ajaran Al-Qur’an sebatas aturan legal-formal, bukan lagi sebagai kitab suci yang menginspirasikan upaya-upaya propetik demi membebaskan manusia dari kebodohan dan ketidakadilan, seperti diajarkan dan dipraktekkan secara cerdas oleh  Rasul saw.

Al-Qur`an menyebut begitu banyak kerja akal yang berguna bagi manusia dan kemanusiaan, namun ada dua yang utama: Pertama, mendengarkan. Aktivitas mendengarkan terkesan mudah, tetapi tidak banyak manusia dapat melakukannya dengan baik. Karena itu, mereka yang tidak mengefektifkan akal sehatnya digolongkan sebagai orang-orang tuli (QS. Yunus, 10:42).   

Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu. Apakah kamu dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti.

Kedua, merenungkan secara konsepsional, setidaknya merenungkan berbagai kejadian di alam raya, termasuk fenomena gempa bumi yang akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Allah menyebut alam semesta dan seluruh fenomena alam ini sebagai tanda bagi orang-orang berakal (QS. al-Ankabut, 29:35 dan al-Rum, 30:24). Terbukti bahwa kemampuan orang Jepang membaca fenomen alam atau ayat-ayat Tsunami, membuat bangsa ini terhindar dari bencana yang menggenaskan.
Demi menjelaskan betapa tingginya posisi akal, para filosof Muslim mensejajarkan fungsi akal manusia dengan fungsi Nabi. Keduanya berfungsi memberi penerangan dan pencerahan kepada manusia agar terhindar dari kebodohan, ketidakadilan, dan kebiadaban (QS, al-Maidah, 5:15-16).  


Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.


Karena akalnya, manusia memiliki kedudukan sangat spesifik, yaitu sebagai khalifah fi al-ardh (QS. al-Baqarah, 2:30). Suatu kedudukan yang teramat tinggi, bahkan belum pernah diberikan kepada makhluk lain, termasuk malaikat sekali pun. Tugas manusia yang berakal itu adalah menterjemahkan karya kreatif Tuhan di alam semesta. 

Mengapa harus manusia terpilih menjadi khalifah fi al-ardh? dimana letak keunggulannya? Ali Syariati menjelaskan, keunggulan manusia terletak pada akal dan pengetahuannya. Setelah menciptakan Adam, Tuhan lalu mengajarkan padanya sejumlah nama yang mengacu pada berbagai fakta ilmiah, dan inilah kemudian dianggap sebagai prototype dari ilmu pengetahuan. 

Ilmu pengetahuan hanya dianugerahkan pada manusia, tidak pada malaikat, kendati mereka diciptakan dari cahaya, unsur yang dinilai lebih mulia daripada tanah, asal kejadian manusia. Tidak berlebihan jika disimpulkan, kemuliaan manusia terletak pada ilmu dan  pengetahuan. Dengan syarat, jika keduanya sungguh-sungguh digunakan demi  kemaslahatan seluruh masyarakat. 

Semoga peringatan Nuzul Al-Qur`an kali ini menggugah kesadaran umat Islam sehingga menjadi umat gemar membaca ayat qauliyyah maupun qauniyah, berfikir kritis dan rasional sehingga kelak menjadi umat terdepan dalam memajukan peradaban manusia. Amin.

Sabtu, 18 Mei 2019

MAKNA NUZUL Al-QUR’AN BAGI PEREMPUAN

MAKNA NUZUL Al-QUR’AN BAGI PEREMPUAN
Siti Musdah Mulia

Setiap malam 17 Ramadhan umat Islam memperingati Nuzul Al-Qur’an. Umat Islam meyakini Al-Qur’an pertamakali diwahyukan kepada Rasulullah saw. pada malam itu. Tidak banyak yang tahu bahwa orang pertama meyakini kebenaran Al-Qur’an turun kepada Rasul adalah seorang perempuan. Itulah Khadijah al-Qubra, isteri Nabi yang teramat dihormatinya. Setelah itu, barulah menyusul para sahabat meyakini kebenaran Al-Qur’an.

Al-Qur`an, kitab suci umat Islam diturunkan dalam suatu lingkup masyarakat yang tidak hampa budaya. Karena itu, kitab suci ini memiliki dimensi kemanusiaan, di samping dimensi keilahian. Diyakini teks-teks Al-Qur`an sarat dengan muatan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan ideal. Namun, ketika teks-teks itu bersentuhan dengan budaya manusia, muncul distorsi akibat pengaruh budaya, baik disengaja maupun tidak. Akibatnya, interpretasi manusia terhadap teks-teks tersebut sangat beragam dan cenderung menyalahi nilai-nilai Qur’ani yang ideal dan luhur.

Perempuan adalah kelompok paling diuntungkan dengan turunnya Al-Qur’an. Mengapa ? Di bawah tuntunan Al-Qur`an, Muhammad, Rasulullah saw. melakukan perubahan radikal terhadap posisi dan status perempuan dalam masyarakat Arab jahiliyah. Rasul mengajarkan keharusan merayakan kelahiran bayi perempuan di tengah tradisi Arab yang memandang aib kelahiran bayi perempuan. Rasul menetapkan hak waris bagi perempuan di saat masyarakat memposisikan mereka hanya sebagai obyek atau bagian dari komoditas yang diwariskan. Rasul menetapkan kepemilikan mahar sebagai hak penuh perempuan dalam perkawinan pada saat masyarakat memandangnya sebagai hak monopoli orang tua atau wali. Rasul melakukan koreksi total terhadap praktek poligami yang biadab dan sudah mentradisi dengan mencontohkan perkawinan monogami bersama Khadijah, isteri tercinta. Bahkan, sebagai ayah, Rasul melarang puterinya, Fatimah dipoligami. Rasul mengangkat Ummu Waraqah menjadi imam shalat, pada saat masyarakat hanya mengenal laki-laki sebagai pemuka agama. Rasul mempromosikan posisi ibu yang sangat tinggi, bahkan derajatnya lebih tinggi tiga kali dari ayah pada saat masyarakat  memandang ibu tak ubahnya mesin produksi. Rasul menempatkan isteri sebagai mitra sejajar suami di saat masyarakat memandangnya sebagai pelayan dan obyek seksual belaka.

Al-Qur`an menuntun Rasul mengubah posisi dan status perempuan secara revolusioner. Mengubah posisi dan status perempuan dari obyek yang dihinakan dan dilecehkan menjadi subyek yang dihormati dan diindahkan. Mengubah posisi perempuan yang subordinat, marjinal dan inferior menjadi setara dan sederajat dengan laki-laki. Rasul memproklamirkan keutuhan kemanusiaan perempuan setara dengan laki-laki. Keduanya sama-sama makhluk, sama-sama manusia, sama-sama berpotensi menjadi khalifah fi al-ardh (pengelola kehidupan di bumi), dan juga sama-sama berpotensi menjadi fasad fi al-ardh (perusak di muka bumi). Nilai kemanusiaan laki-laki dan perempuan sama, tidak ada perbedaan sedikit pun. Tidak ada yang membedakan di antara manusia kecuali prestasi takwanya (Q.S, al-Hujurat, 49:13) dan soal takwa, cuma Allah semata berhak menilai, bukan manusia. Kewajiban manusia hanyalah ber-fastabiqul khairat (berkompetisi melakukan yang terbaik) demi mengharapkan ridha Allah swt.

Dalam momentum memperingati Nuzul Al-Qur’an tahun ini, perempuan Islam hendaknya melakukan introspeksi diri: Apakah nilai-nilai Qur’ani yang begitu ideal dan luhur telah dihayati dan diamalkan secara optimal dan sungguh-sungguh dalam kehidupan nyata sehari-hari? Apakah ajaran Al-Qur’an soal relasi gender sudah diimplementasikan dengan baik dalam masyarakat? Perempuan harus bangkit dan berani mengubah semua nilai-nilai budaya dan interpretasi agama yang tidak sesuai dengan prinsip dasar Al-Qur`an yang begitu memanusiakan perempuan. Seiring dengan itu, melalui puasa Ramadhan, perempuan pun secara internal harus mampu mengubah semua dimensi buruk dan tercela dalam diri masing-masing, untuk selanjutnya berkompetisi menuju kualitas muttaqin. Semoga setelah ini tingkat kualitas takwa kita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Amin!!!

Sabtu, 11 Mei 2019

Pentingnya Upaya Moderasi Beragama

Pentingnya Upaya Moderasi Beragama
Musdah Mulia



Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, Jakarta Timur melaksanakan seminar betema: Moderasi Beragama untuk Indonesia Bahagia, tanggal 11 Mei 2019. 
Bagi saya ini kesempatan paling baik untuk mengajak seluruh peserta seminar, khususnya civitas akademi, terutama kalangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, dari berbagai komunitas agama untuk mengedepankan prinsip beragama secara moderat, menghindari sikap dan perilaku ekstrem dalam beragama. 

Sebagai bangsa yang besar, harusnya kita sadari bahwa para pendiri bangsa ini telah dengan susah payah berjuang membangun negeri tercinta, Indonesia. Kini giliran kaum muda berjuang mempertahankannya dari ronrongan kaum ekstremis dan radikalis. Fatalnya, kelompok pengacau itu seringkali menggunakan label dan simbol-simbol agama dalam aksi-aksi makar mereka sehingga sering membuat sebagian masyarakat gamang untuk bertindak.
Mengapa penting moderasi beragama dikembangkan di Indonesia? Bangsa Indonesia sangat kompleks dan majemuk, terdiri dari beragam suku, bahasa, adat istiadat, budaya, agama dan aliran kepercayaan sehingga  membutuhkan sikap moderat dan pluralisme. 

Moderasi beragama menghendaki pemahaman agama yang sejuk dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan universal. Moderasi beragama mengetengahkan pandangan keagamaan yang kompatibel dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan prinsip bhinneka tunggal ika, dan yang paling konkret adalah dengan sikap moderasi beragama diharapkan dapat menghindari pemahaman dan pengamalan agama yang ekstrem, fanatik atau berlebihan.



Moderasi beragama adalah sebuah upaya pengarusutamaan dan penguatan toleransi yang aktif. Upaya membangun strategi yang tepat dalam menciptakan kerukunan umat beragama di Indonesia. Upaya moderasi tersebut mencakup upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi yang ideal demi menciptakan harmoni dan kebersamaan. Termasuk di dalamnya, upaya pengembangan wawasan multikultural bagi segenap unsur dan lapisan masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Dan yang juga tidak kurang pentingnya adalah upaya peningkatan dialog dan kerja sama intern dan antar-umat beragama dengan pemerintah dalam pembinaan kerukunan umat beragama.

Lalu, apa yang konkret dapat dilakukan? Di antaranya, penting bagi umat beragama, khususnya kalangan muda mempromosikan nilai-nilai universal agama, seperti penegakan nilai-nilai HAM dan perlindungan terhadap kelestarian dan keasrian lingkungan. Upaya melawan korupsi dan segala macam bentuknya penting selalu dilakukan karena perbuatan korupsi menghancurkan masa depan bangsa. Mendorong dan mendukung penegakan keadilan sosial di dalam komunitas agama masing-masing. Memanfaatkan dan menggunakan organisasi dan institusi lintas agama-agama. Mengetahui dan menghargai perbedaan di dalam dan di antara agama-agama dan keyakinan dengan meningkatkan kualitas pendidikan agama, baik pada agama itu sendiri maupun pada hubungannya dengan agama lain untuk penguatan dialog lintas agama. 

Penting juga mempromosikan kesetaraan gender dan memahami peran penting perempuan dalam membangun perdamaian dan dialog lintas agama. Menjaga hak-hak dan kebebasan beragama melalui legislatif, serta memperkuat gotong-royong dengan membantu satu sama lain (agama/komunitas) dalam ikatan persaudaraan sebagai satu bangsa dan satu tanah air.

Jika moderasi beragama ini dikembangkan secara sungguh-sungguh oleh seluruh komponen bangsa, utamanya kalangan muda, akan berdampak sangat positif terhadap upaya mewujudkan  keadilan, kemajuan, kesejahteraan dan kebahagiaan bangsa. Sebab, kondisi dan situasi moderat dalam beragama akan mencegah timbulnya pertikaian, konflik, kekerasan, dan peperangan. Intinya, sikap toleran dan moderat menumbuhkan solidaritas dan ikatan persaudaraan sebangsa dan setanah air, dan pada gilirannya nanti menumbuhkan kepekaan untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, agama sepenuhnya untuk kemanusiaan.