Memaknai Kembali
Pahlawan Bangsa
(Renungan 10 November)
Presiden Soekarno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah lupa akan jasa para pahlawannya. Maka dari itu, jangan pernah sekalipun melupakan sejarah. Muncul pertanyaan kritis, apa yang dimaksud dengan tidak melupakan jasa para pahlawan?
Selama
ini kita sering memahaminya dalam konteks yang lebih bersifat legal-formal,
misalnya dengan merayakan Hari Pahlawan setiap tanggal 10 Nopember. Umumnya,
kita sekedar melakukan upacara seremonial, tanpa pemaknaan yang lebih holistik
dan mendalam, apalagi menjadikan Hari Pahlawan itu sebagai momentum untuk
melakukan perubahan konkret yang lebih signifikan terhadap kondisi masyarakat
yang akhir-akhir ini semakin terpuruk dalam banyak bidang kehidupan. Tentu
perayaan Hari Pahlawan seperti itu tidak salah. Akan tetapi, sebaiknya tidak
sekedar perayaan atau kegiatan seremonial
belaka seperti selama ini kita lakukan.
Peringatan
Hari Pahlawan tak cukup sekedar memasang bendera satu tiang penuh dan mengikuti
upacara kebesaran yang dipersiapkan. Belum lagi biaya besar yang harus dikeluarkan, apalagi jika biaya pelaksanaan peringatan tersebut
direkayasa di sana-sini sehingga membengkak luar biasa. Yang terjadi bukan lagi
menghargai jasa-jasa pahlawan, melainkan sesungguhnya penghinaan dan bahkan pelecehan
terhadap para pahlawan yang diperingati tersebut.
Siapakah pahlawan itu?
Pahlawan
sering diidentikkan dengan orang yang berjasa melepaskan bangsanya dari
belenggu penjajahan, karena itu tidak heran jika kebanyakan pahlawan di Indonesia dipilih
karena jasa-jasa mereka mempertahankan tanah air dari kekejaman kaum penjajah, seperti di zaman
penjajahan Portugis, Belanda, Jepang, Inggeris dan seterusnya.
UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
menjelaskan bahwa Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga
negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah
yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur
atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya
melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar
biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Selanjutnya ketentuan itu juga menyebutkan paling tidak ada enam syarat
umum yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat ditetapkan menjadi pahlawan.
Keenam syarat tersebuat adalah: Warga negara Indonesia (WNI) atau seseorang
yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; memiliki
integritas moral dan keteladanan; berjasa terhadap bangsa dan
negara; berkelakuan baik; setia dan tidak mengkhianati bangsa dan
negara; dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Kata
kunci utama dalam ketentuan tersebut adalah “berjuang melawan penjajahan.”
Penjajahan dalam konteks ini hendaknya dimaknai secara dinamis dan luas.
Memang betul, Indonesia secara defacto telah merdeka dari penjajah, ditandai
dengan pernyataan proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Akan tetapi, secara hakiki
sebagian besar rakyat Indonesia masih terjajah dan terbelenggu. Di antaranya,
terjajah oleh kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, bahkan sebagian rakyat
belum menikmati hak-haknya yang asasi, baik sebagai manusia merdeka yang
bermartabat maupun sebagai warga negara penuh. Penjajahan dewasa ini tetap berlangsung, bahkan dengan
cara-cara yang sistemik dan terorganisir rapi, antara lain mengambil bentuk
dominasi asing dalam bidang politik, ekonomi dan perdagangan.
Penjajahan
itu masih bercokol di tanah air tercinta ini dalam wujud sistem patriarki, feodalisme, kolonialisme
dan imperialisme, antara lain dalam bentuk perilaku diskriminasi, eksploitasi
dan arogansi oknum pejabat, kelompok korporasi atau kelompok masyarakat yang
merasa memiliki hak istimewa sehingga memperlakukan sesama warga negara sebagai
budak. Atau juga mengambil bentuk eksploitasi buruh, nelayan dan petani
sehingga kelompok ini tetap dalam kondisi yang amat memprihatinkan. Kebijakan
pembangunan kita selama ini tidak menjadikan kelompok buruh, nelayan dan petani
sebagai tuan rumah di negeri sendiri, melainkan lebih sebagai kuli yang tidak
mendapatkan perlindungan hak dan keselamatan.
Penjajah
juga dapat mengambil wujud investor yang datang menguasai lahan pertambangan
atau perkebunan dengan cara yang sangat tidak manusiawi dan merusak lingkungan.
Mereka mengeksploitasi sumber daya alam sejadi-jadinya tanpa memikirkan dampak
lingkungan yang membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia di sekitarnya.
Bagi investor yang terpenting adalah bagaimana mendapatkan keuntungan finansial
yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Terkait investor,
tentu kutukan kita lebih besar kepada para pemerintah atau pengelola negara
yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada mereka untuk menguras kekayaan
alam demi pemuasan nafsu investasi yang sarat dengan keserakahan dan
kebiadaban.
Dengan
demikian, pengertian pahlawan sejati bukan terbatas pada mereka yang berjuang
memerdekakan bangsa dari penjajahan dalam arti sempit. Penjajahan dalam arti
luas mencakup semua upaya pembodohan, upaya pemiskinan dan upaya pengebirian
hak-hak asasi manusia, baik sebagai warga negara maupun sebagai manusia merdeka
yang bermartabat.
Pahlawan
adalah seseorang yang memiliki kepedulian dan komitmen untuk melakukan
upaya-upaya transformasi terhadap masyarakat, mengubah masyarakat dari kondisi
yang tidak atau kurang berdaya menjadi masyarakat yang berdaya. Para Pahlawan
adalah mereka yang berjuang tanpa pamrih untuk melepaskan rakyat dari belenggu
kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan, serta terbebas dari semua perilaku
diskriminatif, eksploitatif dan semua
bentuk kekerasan.
Karena
itu, pahlawan tidak selalu muncul dari
kalangan atas, apalagi mereka yang punya jabatan. Pahlawan lebih sering muncul
dari kalangan orang-orang biasa yang hidup di tengah-tengah masyarakat sehingga
mengerti dan menghayati kesulitan dan penderitaan mereka secara nyata. Pahlawan
adalah orang-orang yang selalu prihatin dengan kondisi bangsa dan
masyarakatnya. Pahlawan selalu muncul dari orang-orang yang tidak ingin melihat
kondisi bangsanya terpuruk, terjajah dan terkebelakang.
Pahlawan
adalah orang selalu merasakan kegelisahan masyarakat, mereka yang merasakan
penderitaan dan pengorbanan bangsa dan masyarakatnya karena dia sendiri berada
dalam kondisi demikian. Pahlawan adalah mereka yang memiliki bukan hanya
simpati, melainkan empati kemanusiaan yang tinggi sehingga peka pada
penderitaan sesama warga negara, sesama
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar