Kamis, 10 November 2016

Memaknai Kembali Pahlawan Bangsa

Memaknai  Kembali  Pahlawan Bangsa
(Renungan 10 November)




Presiden Soekarno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah lupa akan jasa para pahlawannya. Maka dari itu, jangan pernah sekalipun melupakan sejarah. Muncul pertanyaan kritis, apa yang dimaksud dengan tidak melupakan jasa para pahlawan? 

Selama ini kita sering memahaminya dalam konteks yang lebih bersifat legal-formal, misalnya dengan merayakan Hari Pahlawan setiap tanggal 10 Nopember. Umumnya, kita sekedar melakukan upacara seremonial, tanpa pemaknaan yang lebih holistik dan mendalam, apalagi menjadikan Hari Pahlawan itu sebagai momentum untuk melakukan perubahan konkret yang lebih signifikan terhadap kondisi masyarakat yang akhir-akhir ini semakin terpuruk dalam banyak bidang kehidupan. Tentu perayaan Hari Pahlawan seperti itu tidak salah. Akan tetapi, sebaiknya tidak sekedar perayaan atau kegiatan seremonial  belaka seperti selama ini kita lakukan.

Peringatan Hari Pahlawan tak cukup sekedar memasang bendera satu tiang penuh dan mengikuti upacara kebesaran yang dipersiapkan. Belum lagi biaya  besar yang harus dikeluarkan, apalagi  jika biaya pelaksanaan peringatan tersebut direkayasa di sana-sini sehingga membengkak luar biasa. Yang terjadi bukan lagi menghargai jasa-jasa pahlawan, melainkan sesungguhnya penghinaan dan bahkan pelecehan terhadap para pahlawan yang diperingati tersebut.


  Siapakah pahlawan itu?

Pahlawan sering diidentikkan dengan orang yang berjasa melepaskan bangsanya dari belenggu penjajahan, karena itu tidak heran jika  kebanyakan pahlawan di Indonesia dipilih karena jasa-jasa mereka mempertahankan tanah air dari  kekejaman kaum penjajah, seperti di zaman penjajahan Portugis, Belanda, Jepang, Inggeris dan seterusnya.

UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menjelaskan bahwa Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Selanjutnya ketentuan itu juga menyebutkan paling tidak ada enam syarat umum yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat ditetapkan menjadi pahlawan. Keenam syarat tersebuat adalah: Warga negara Indonesia (WNI) atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;  memiliki integritas moral dan keteladanan;  berjasa terhadap bangsa dan negara;  berkelakuan baik;  setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Kata kunci utama dalam ketentuan tersebut adalah “berjuang melawan penjajahan.”  Penjajahan dalam konteks ini hendaknya dimaknai secara dinamis dan luas. Memang betul, Indonesia secara defacto telah merdeka dari penjajah, ditandai dengan pernyataan proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Akan tetapi, secara hakiki sebagian besar rakyat Indonesia masih terjajah dan terbelenggu. Di antaranya, terjajah oleh kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, bahkan sebagian rakyat belum menikmati hak-haknya yang asasi, baik sebagai manusia merdeka yang bermartabat maupun sebagai warga negara penuh. Penjajahan  dewasa ini tetap berlangsung, bahkan dengan cara-cara yang sistemik dan terorganisir rapi, antara lain mengambil bentuk dominasi asing dalam bidang politik, ekonomi dan perdagangan.

Penjajahan itu masih bercokol di tanah air tercinta ini dalam wujud  sistem patriarki, feodalisme, kolonialisme dan imperialisme, antara lain dalam bentuk perilaku diskriminasi, eksploitasi dan arogansi oknum pejabat, kelompok korporasi atau kelompok masyarakat yang merasa memiliki hak istimewa sehingga memperlakukan sesama warga negara sebagai budak. Atau juga mengambil bentuk eksploitasi buruh, nelayan dan petani sehingga kelompok ini tetap dalam kondisi yang amat memprihatinkan. Kebijakan pembangunan kita selama ini tidak menjadikan kelompok buruh, nelayan dan petani sebagai tuan rumah di negeri sendiri, melainkan lebih sebagai kuli yang tidak mendapatkan perlindungan hak dan keselamatan.

Penjajah juga dapat mengambil wujud investor yang datang menguasai lahan pertambangan atau perkebunan dengan cara yang sangat tidak manusiawi dan merusak lingkungan. Mereka mengeksploitasi sumber daya alam sejadi-jadinya tanpa memikirkan dampak lingkungan yang membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia di sekitarnya. Bagi investor yang terpenting adalah bagaimana mendapatkan keuntungan finansial yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Terkait investor, tentu kutukan kita lebih besar kepada para pemerintah atau pengelola negara yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada mereka untuk menguras kekayaan alam demi pemuasan nafsu investasi yang sarat dengan keserakahan dan kebiadaban.

Dengan demikian, pengertian pahlawan sejati bukan terbatas pada mereka yang berjuang memerdekakan bangsa dari penjajahan dalam arti sempit. Penjajahan dalam arti luas mencakup semua upaya pembodohan, upaya pemiskinan dan upaya pengebirian hak-hak asasi manusia, baik sebagai warga negara maupun sebagai manusia merdeka yang bermartabat.

Pahlawan adalah seseorang yang memiliki kepedulian dan komitmen untuk melakukan upaya-upaya transformasi terhadap masyarakat, mengubah masyarakat dari kondisi yang tidak atau kurang berdaya menjadi masyarakat yang berdaya. Para Pahlawan adalah mereka yang berjuang tanpa pamrih untuk melepaskan rakyat dari belenggu kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan, serta terbebas dari semua perilaku diskriminatif,  eksploitatif dan semua bentuk kekerasan.


Karena itu, pahlawan  tidak selalu muncul dari kalangan atas, apalagi mereka yang punya jabatan. Pahlawan lebih sering muncul dari kalangan orang-orang biasa yang hidup di tengah-tengah masyarakat sehingga mengerti dan menghayati kesulitan dan penderitaan mereka secara nyata. Pahlawan adalah orang-orang yang selalu prihatin dengan kondisi bangsa dan masyarakatnya. Pahlawan selalu muncul dari orang-orang yang tidak ingin melihat kondisi bangsanya terpuruk, terjajah dan terkebelakang.

Pahlawan adalah orang selalu merasakan kegelisahan masyarakat, mereka yang merasakan penderitaan dan pengorbanan bangsa dan masyarakatnya karena dia sendiri berada dalam kondisi demikian. Pahlawan adalah mereka yang memiliki bukan hanya simpati, melainkan empati kemanusiaan yang tinggi sehingga peka pada penderitaan  sesama warga negara, sesama manusia. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar