Jumat, 05 Januari 2018

ICFP ke-4 di Nusa Dua, Bali, 23-28 Jan 2016.




Menjadi salah satu pembicara dalam sesi bertopik: South-South Cooperation (SSC) Programme on Developing a Strategic Partnership with Muslim Leaders in Family Planning in Indonesia: A Global Sharing Experience South-South Cooperation Programme on Developing a Strategic Partnership with Muslim Leaders in Family Planning in Indonesia: A Global Sharing Experience

Program SSC telah berhasil mengembangkan pengalaman dari kedua negara : Indonesia dan Filipina terkait program kependudukan, KB, reproductive health and gender mainstreaming. Baik pelaksana, maupun peserta pelatihan yang berasal dari kedua negara bertukar pengalaman dan saling belajar satu sama lain. Keduanya selalu punya hal baru yang dapat dibagikan kepada pihak lainnya.

Dalam SSC ini, peserta dari Filipina berbagi tentang pengalaman mereka meningkatkan kesehatan para ibu dan anak perempuan melalui program pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan gender mainstreaming. Sebaliknya, peserta dari Indonesia berbagi pengalaman dalam mengelola Rumah Sakit dan Pos Yandu bagi upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. Mereka juga berbagi pengalaman tentang melatih para ulama muda terkait hak-hak perempuan, KB, dan  gender mainstreaming.

Dalam program SSC ini saya dilibatkan untuk memperkuat visi keislaman  dari berbagai kegiatan yang dikembangkan. Untuk itu saya mencoba merumuskan interpretasi keislaman yang lebih humanis, lebih ramah terhadap perempuan dan lebih akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Saya menawarkan suatu paradigma baru dalam memahami Islam sebagai agama yang menebar rahmat bagi semua makhluk di alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).

Islam memberikan tuntunan yang tegas bahwa semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin dan jenis gendernya, diciptakan untuk mengembang visi yang amat penting sebagai agen moral (the moral agent), yakni menjadi khalifah fil ardh (pemimpin atau menejer di bumi).  

Adapun misi utama manusia adalah amar ma’ruf nahy mungkar, yakni melakukan upaya-upaya transformasi dan humanisasi demi kesejahteraan dan kemashlahatan seluruh umat manusia yang tentunya harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga inti. Setelah itu, merambah ke arena yang lebih luas di masyarakat sesuai dg kapasitas masing-masing.

Sebagai manusia, laki-laki dan perempuan harus memikirkan dan merencanakan dengan baik setiap fase hidupnya. Jika mereka memilih untuk hidup berkeluarga maka mereka harus memikirkan bagaimana mewujudkan keluarga bahagia, damai dan sejahtera.

Karena itu kehidupan keluarga harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Program Keluarga Berencana disingkat KB dimaksudkan sepenuhnya untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi setiap anggota keluarga: ibu, bapak, dan anak-anak, bahkan juga anggota keluarga lainnya.

Dengan demikian konsep KB mencakup spektrum yang sangat luas dan holistik. Mulai dari mempersiapkan diri sendiri menjadi orang tua (ayah dan ibu) yang sehat, bijak dan berkualitas. Merencanakan kapan punya anak, berapa jarak kelahiran dan kapan harus berhenti punya anak, untuk selanjutnya mempersiapkan anak-anak menjadi calon ayah dan calon ibu yang bertanggungjawab, membimbing mereka menjadi orang dewasa yang berkualitas dalam hal fisik, mental, rohani dan spiritualnya serta memberikan bekal yang cukup dalam memilih pasangan dan menentukan kapan akan membentuk keluarga sendiri secara mandiri. Semua itu dengan satu tujuan yang jelas, yakni mewujudkan kesejahteraan dan kemashlahatan dalam hidup berkeluarga sehingga memperoleh kedamaian dan kebahagiaan lahir-batin di dunia sampai akhirat kelak. Karena itu, KB bukanlah sekedar pemakaian alat kontrasepsi belaka. KB adalah satu cara mewujudkan keluarga sejahtera demi kemashlahatan umat manusia.

Kembali kepada program SSC, pelajaran terbesar dari SSC ini adalah memahami adanya keberagaman dalam kehidupan sosial dan politik pada setiap negara, termasuk Indonesia. Prinsip keberagaman itu perlu dijadikan landasan dalam mengemas berbagai upaya advokasi dan kampanye terkait program kependudukan, KB, dan kesehatan reproduksi di negeri ini.



Kekuatan program terletak pada pelaksananya, yaitu institusi pemerintah. Dengan demikian ada dukungan legalitas yang kuat di dalam implementasi program ini di masyarakat. Institusi BKKBN dan PopCom yang mewakili kedua negara dalam kerjasama ini merupakan institusi negara yang keduanya memang sangat berpengalaman di dalam kerja-kerja terkait isu ini.

Selain itu, dukungan para ormas Islam yang besar di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah juga mempermudah pelaksanaan program. Dukungan tsb tentu saja mempercepat pencapaian target. Demikian juga dg dukungan ulama di lingkungan Muslim Philippines.



Meski demikian, kelemahan terbesar dari kerjasama ini adalah juga karena pelaksananya dari kalangan pemerintah. Pemerintah seringkali dililit oleh kerja-kerja birokrasi yang amat kaku sehingga membuat program ini berjalan sangat lambat. Demikian halnya dengan waktu pengambilan keputusan yg sering kali tidak tepat waktu karena harus menunggu komando dari birokrat yang bersangkutan.

Tantangan lainnya datang dari para pemuka agama. Keberhasilan program ini sangat ditunjang oleh dukungan mereka. Manakala para pemuka agama yang sedang berkuasa berasal dari kalangan tradisional, sulit sekali mendapatkan dukungan mereka. Sebaliknya, jika para ulama yang menguasai ormas-ormas keislaman adalah dari kalangan progresif dan mengerti nilai-nilai demokrasi serta memahami falsafah negara, Pancasila dan Konstitusi, seperti para pimpinan organisasi NU dan Muhammadiyah dewasa ini, maka mudah sekali mendapatkan dukungan mereka dan program ini pun berjalan sukses.

Tantangan lain lagi adalah keberhasilan program amat ditentukan oleh bantuan dana UNFPA, jika bantuan dana tidak ada lagi maka program ini akan berhenti. Sebaiknya dipikirkan agar keberlanjutan program ke depan, sepenuhnya didanai oleh pemerintah dan tidak tergantung pada bantuan pendanaan pihak luar.

Saya pikir, program SSC ini harus dilanjutkan mengingat dampaknya yang besar terhadap upaya kesuksesan KB dan peningkatan kesehatan reproduksi masyarakat serta upaya peningkatan kualitas penduduk di kedua negara, khususnya di lingkungan Muslim. Upaya membangun kualitas penduduk yang baik harus dilakukan secara terus-menerus, tidak bisa hanya dengan  program jangka pendek.

Bukan hanya itu, program ini juga berdampak positif pada negara-negara Muslim lain, khususnya negara-negara Muslim di Afrika melalui kegiatan pelatihan terhadap para pemuka agama mereka. Sejumlah pelatihan telah diadakan dan para peserta dari negara-negara tersebut mendapatkan pencerahan dalam berbagai materi terkait kependudukan.

Memang awalnya mereka agak sulit menerima pemikiran Islam progresif, namun melalui debat yang panas dan melelahkan, pada akhir pelatihan mereka terlihat dapat memahami dan bahkan menerima perubahan untuk  pencerahan. Umumnya, para peserta merasa puas dengan pelatihan tsb dan berjanji akan mengembangkan pemahaman keislaman yang lebih humanis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara masing-masing.


Selain itu, sehari sebelum sesi SSC, bersama  Prof. Dr. Mohamed Najimudden, Direktur Sekolah Kedokteran Melaka, Malaysia juga seorang dokter berpengalaman dan terkemuka, kami memimpin sebuah panel bertopik: Understanding influences on Family Planning use: Past, present and future acceptance. 


Pembicara dalam sesi ini ada lima, yaitu: Sarah Burgess dari Institute for Reproductive Health, Georgetown University, dengan judul: Mind the Gaps: Understanding Family Planning Trajectories in Rural Benin. Kedua,  Gilda Sedgh, dari Guttmacher Institute dengan judul: Reasons for not using contraception among women with an unmet need in developing countries. Ketiga, Caroline Moreau, dari Johns Hopkins University dengan judul: Who are the women who think they could have become pregnant without wanting it? Keempat, Fred Makumbi, Makerere University, College of Health Sciences, School of Public Health, Uganda dengan judul: Desire for future use of Contraceptive among 15-49 year old women in Uganda. Kelima, Syed Khurram Azmat  dari Department of Uro-gynecology, University of Ghent, dengan judul: Assessing predictors of contraceptive use and demand for family planning services in underserved areas of Punjab province in Pakistan: results of a cross-sectional baseline survey.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar