Menjadi salah satu pembicara dalam sesi bertopik: South-South Cooperation
(SSC) Programme on Developing a Strategic Partnership with Muslim Leaders in
Family Planning in Indonesia: A Global Sharing Experience South-South
Cooperation Programme on Developing a Strategic Partnership with Muslim Leaders
in Family Planning in Indonesia: A Global Sharing Experience
Program SSC telah berhasil mengembangkan
pengalaman dari kedua negara : Indonesia dan Filipina terkait program
kependudukan, KB, reproductive health and gender mainstreaming. Baik pelaksana,
maupun peserta pelatihan yang berasal dari kedua negara bertukar pengalaman dan
saling belajar satu sama lain. Keduanya selalu punya hal baru yang dapat
dibagikan kepada pihak lainnya.
Dalam SSC ini, peserta dari Filipina
berbagi tentang pengalaman mereka meningkatkan kesehatan para ibu dan anak
perempuan melalui program pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan gender
mainstreaming. Sebaliknya, peserta dari Indonesia berbagi pengalaman dalam
mengelola Rumah Sakit dan Pos Yandu bagi upaya peningkatan kesehatan ibu dan
anak. Mereka juga berbagi pengalaman tentang melatih para ulama muda terkait hak-hak
perempuan, KB, dan gender mainstreaming.
Dalam program SSC ini saya dilibatkan
untuk memperkuat visi keislaman dari
berbagai kegiatan yang dikembangkan. Untuk itu saya mencoba merumuskan
interpretasi keislaman yang lebih humanis, lebih ramah terhadap perempuan dan
lebih akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Saya menawarkan suatu
paradigma baru dalam memahami Islam sebagai agama yang menebar rahmat bagi
semua makhluk di alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).
Islam
memberikan tuntunan yang tegas bahwa semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin
dan jenis gendernya, diciptakan untuk mengembang visi yang amat penting sebagai
agen moral (the moral agent), yakni menjadi khalifah fil ardh
(pemimpin atau menejer di bumi).
Adapun misi utama
manusia adalah amar ma’ruf nahy mungkar, yakni melakukan upaya-upaya
transformasi dan humanisasi demi kesejahteraan dan kemashlahatan seluruh umat
manusia yang tentunya harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga inti. Setelah
itu, merambah ke arena yang lebih luas di masyarakat sesuai dg kapasitas masing-masing.
Sebagai
manusia, laki-laki dan perempuan harus memikirkan dan merencanakan dengan baik setiap fase hidupnya. Jika mereka
memilih untuk hidup berkeluarga maka mereka harus memikirkan bagaimana mewujudkan
keluarga bahagia, damai dan sejahtera.
Karena itu
kehidupan keluarga harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Program Keluarga Berencana disingkat KB dimaksudkan sepenuhnya untuk menciptakan
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi setiap anggota keluarga: ibu, bapak, dan
anak-anak, bahkan juga anggota keluarga lainnya.
Dengan demikian
konsep KB mencakup spektrum yang sangat luas dan holistik. Mulai dari
mempersiapkan diri sendiri menjadi orang tua (ayah dan ibu) yang sehat, bijak
dan berkualitas. Merencanakan kapan punya anak, berapa jarak kelahiran dan
kapan harus berhenti punya anak, untuk selanjutnya mempersiapkan anak-anak
menjadi calon ayah dan calon ibu yang bertanggungjawab, membimbing mereka
menjadi orang dewasa yang berkualitas dalam hal fisik, mental, rohani dan
spiritualnya serta memberikan bekal yang cukup dalam memilih pasangan dan menentukan
kapan akan membentuk keluarga sendiri secara mandiri. Semua itu dengan satu
tujuan yang jelas, yakni mewujudkan kesejahteraan dan kemashlahatan dalam hidup
berkeluarga sehingga memperoleh kedamaian dan kebahagiaan lahir-batin di dunia
sampai akhirat kelak. Karena itu, KB bukanlah sekedar pemakaian alat
kontrasepsi belaka. KB adalah satu cara mewujudkan keluarga sejahtera demi kemashlahatan umat manusia.
Kembali kepada program SSC, pelajaran
terbesar dari SSC ini adalah memahami adanya keberagaman dalam kehidupan sosial
dan politik pada setiap negara, termasuk Indonesia. Prinsip keberagaman itu
perlu dijadikan landasan dalam mengemas berbagai upaya advokasi dan kampanye
terkait program kependudukan, KB, dan kesehatan reproduksi di negeri ini.
Kekuatan program terletak pada
pelaksananya, yaitu institusi pemerintah. Dengan demikian ada dukungan
legalitas yang kuat di dalam implementasi program ini di masyarakat. Institusi
BKKBN dan PopCom yang mewakili kedua negara dalam kerjasama ini merupakan institusi
negara yang keduanya memang sangat berpengalaman di dalam kerja-kerja terkait
isu ini.
Selain itu, dukungan para ormas Islam
yang besar di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah juga mempermudah
pelaksanaan program. Dukungan tsb tentu saja mempercepat pencapaian target.
Demikian juga dg dukungan ulama di lingkungan Muslim Philippines.
Meski demikian, kelemahan terbesar dari
kerjasama ini adalah juga karena pelaksananya dari kalangan pemerintah.
Pemerintah seringkali dililit oleh kerja-kerja birokrasi yang amat kaku
sehingga membuat program ini berjalan sangat lambat. Demikian halnya dengan
waktu pengambilan keputusan yg sering kali tidak tepat waktu karena harus
menunggu komando dari birokrat yang bersangkutan.
Tantangan lainnya datang dari para pemuka
agama. Keberhasilan program ini sangat ditunjang oleh dukungan mereka. Manakala
para pemuka agama yang sedang berkuasa berasal dari kalangan tradisional, sulit
sekali mendapatkan dukungan mereka. Sebaliknya, jika para ulama yang menguasai
ormas-ormas keislaman adalah dari kalangan progresif dan mengerti nilai-nilai
demokrasi serta memahami falsafah negara, Pancasila dan Konstitusi, seperti
para pimpinan organisasi NU dan Muhammadiyah dewasa ini, maka mudah sekali
mendapatkan dukungan mereka dan program ini pun berjalan sukses.
Tantangan lain lagi adalah keberhasilan
program amat ditentukan oleh bantuan dana UNFPA, jika bantuan dana tidak ada
lagi maka program ini akan berhenti. Sebaiknya dipikirkan agar keberlanjutan
program ke depan, sepenuhnya didanai oleh pemerintah dan tidak tergantung pada
bantuan pendanaan pihak luar.
Saya pikir, program SSC ini harus
dilanjutkan mengingat dampaknya yang besar terhadap upaya kesuksesan KB dan peningkatan
kesehatan reproduksi masyarakat serta upaya peningkatan kualitas penduduk di
kedua negara, khususnya di lingkungan Muslim. Upaya membangun kualitas penduduk
yang baik harus dilakukan secara terus-menerus, tidak bisa hanya dengan program jangka pendek.
Bukan hanya itu, program ini juga
berdampak positif pada negara-negara Muslim lain, khususnya negara-negara
Muslim di Afrika melalui kegiatan pelatihan terhadap para pemuka agama mereka.
Sejumlah pelatihan telah diadakan dan para peserta dari negara-negara tersebut
mendapatkan pencerahan dalam berbagai materi terkait kependudukan.
Memang awalnya mereka agak sulit menerima
pemikiran Islam progresif, namun melalui debat yang panas dan melelahkan, pada
akhir pelatihan mereka terlihat dapat memahami dan bahkan menerima perubahan
untuk pencerahan. Umumnya, para peserta
merasa puas dengan pelatihan tsb dan berjanji akan mengembangkan pemahaman
keislaman yang lebih humanis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
negara masing-masing.
Selain
itu, sehari sebelum sesi SSC, bersama
Prof. Dr. Mohamed Najimudden, Direktur Sekolah Kedokteran Melaka,
Malaysia juga
seorang dokter berpengalaman dan terkemuka, kami memimpin sebuah panel
bertopik: Understanding influences on Family Planning use: Past, present and future
acceptance.
Pembicara
dalam sesi ini ada lima, yaitu: Sarah Burgess dari Institute for
Reproductive Health, Georgetown University, dengan judul:
Mind the Gaps: Understanding Family Planning Trajectories in Rural Benin. Kedua, Gilda Sedgh, dari Guttmacher Institute dengan
judul: Reasons for not using contraception among women with an unmet need in
developing countries. Ketiga, Caroline Moreau, dari Johns Hopkins
University dengan judul: Who
are the women who think they could have become pregnant without wanting it?
Keempat, Fred Makumbi, Makerere
University, College of Health Sciences, School of Public Health,
Uganda dengan judul: Desire for future
use of Contraceptive among 15-49 year old women in Uganda. Kelima, Syed Khurram Azmat dari Department of Uro-gynecology,
University of Ghent, dengan judul: Assessing predictors of contraceptive
use and demand for family planning services in underserved areas of Punjab
province in Pakistan: results of a cross-sectional baseline survey.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar