Kamis, 18 Januari 2018

HAKIKAT AS-SAKINAH



Kata AS-SAKINAH berasal dari kosa kata bahasa Arab dan sudah menjadi kosa kata baku dalam bahasa Indonesia dengan sebutan “sakinah”. Ditinjau dari segi kebahasaan, kata “as-sakinah” adalah bentuk kata nomina (kata benda) yang berakar dari kata kerja sakana (bentuk lampau) dan yaskunu (bentuk sekarang/kini).

Kata kerja “sakana/yaskunu” diartikan sebagai “menjadi tenang, menjadi senang, dan menjadi bahagia”, sedangkan kata “as-sakinah” diartikan sebagai “ketenangan, kesenangan, dan kebahagiaan”. Di samping kata “as-sakinah” kata-kata lain yang muncul dari kata “skana-yaskunu” adalah kata “sakin”, dan “maskan”. Kata “sakin” berarti “orang yang tenang, senang, dan bahagia”, sedangkan kata “maskan” berarti “tempat tinggal atau tempat yang menyenangkan.”

Penggunaan kata “sakinah” dalam bahasa Indonesia ternyata tidak salah kafrah dan tidak terjadi perbedaan makna dengan makna asal dari kata itu yang terdapat dalam bahasa Arab. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan makna kata itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan kata “sakinah” sebagai “kedamaian, kententraman, ketenangan, dan kebahagiaan”. Penggunaan kata “sakinah” dalam bahasa Indonesia sangat populer dalam pergaulan sehari-hari dan tidak kalah pentingnya dengan penggunaan kata-kata lain yang berasal dari bahasa Indonesia sendiri. Kata ini selalu digunakan dan nyaris tidak akan pernah luput ketika upacara pernikahan berlangsung, seperti ungkapan yang berbunyi: “Semoga kedua mempelai mendapatkan kehidupan sakinah, mawaddah, dan rahmah”.

Berbagai literatur agama Islam, seperti Al-Qur’an, hadis, tafsir, dan fikih, banyak menggunakan kata “as-sakinah” dan kata-kata turunannya. Sebagai contoh, Al-Qur’an menggunakan kata “sakinah” itu pada 6 tempat, yaitu di dalam S. Al-Baqarah (2): 248, S. Al-Fath (48): 4,18, dan 26; S. At-Taubah (9): 26 dan 40.
Di dalam S. Al-Baqarah (2): 248, Allah menyatakan: “Dan Nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan (sakinah) dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada orang yang demikian itu terdapat tanda bgaimu, jika kamu orang yang beriman”.

Selanjutnya, S. Al-Fath (48): 4, Allah menyatakan bahwa Allah-lah yang menurunkan ketenangan di dalam hati orang-orang beriman, sebagaimana firman-Nya: “Dialah yang telah menurunkan ketenangan (sakinah) ke dalam hati orang-orang beriman supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Berikutnya dalam At-Taubah (9): 26 Al-Qur’an menggambarkan rasa takut dan cemas yang luar biasa yang dialami oleh Abubakar ash-Shiddiq ketika berada di Gua Hira bersama Rasulullah Muhammad saw., lalu Allah menurunkan ketenangan (sakinah) kepadanya. Secara lengkap Allah menyatakan di dalam ayat itu: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah), sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya (sakinah-Nya) kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Berdasarkan pengamatan terhadap makna kata “sakinah” yang terdapat di dalam ayat-ayat di atas dan pemahaman terhadap makna kata-kata turunan dari kata “sakinah”, baik yang terdapat di dalam Al-Qur’an maupun literatur-literatur lain, dapat disimpulkan sebagai berikut. Penggunaan kata “sakinah” terkait dengan beberapa persoalan berikut, yaitu 1) ketenangan itu bersifat abstrak dan bersifat spiritual, 2) ketenangan itu bersifat psikologis (kejiwaan), karena ketenangan sangat terkait dengahn persoalan hati (qalbu), dan 3) yang memberikan ketenangan (sakinah) itu hanyalah Allah swt.

Jelaslah bahwa sebagai manusia apa pun posisi dan jabbatan kita tak mampu menciptakan sakinah. Karena itu, kita perlu dan harus bersungguh-sungguh memohon kepada Sang Khalik untuk menciptakan sakinah di dalam kehidupan kita dan keluarga. Untuk mencapai ketenangan (sakinah), paling tidak ada empat unsur utama yang harus terlibat, yaitu 1) yang memberikan (menurunkan) sakinah, 2) yang mengantar untuk mencapai sakinah, 3) yang menerima sakinah, 4) alat (media) yang menimbulkan (mengantarkan) sakinah.

Unsur pertama, yang menurunkan sakinah ialah Allah swt., Ia pencipta dan sumber sakinah. Tidak ada satupun manusia yang dapat menciptakan sakinah. Karena itu, sakinah adalah hidayah Allah. Unsur kedua, yang mengantar untuk mencapai sakinah adalah hamba-hamba Allah yang taat, baik dari golongan malaikat maupun manusia, termasuk di dalamnya para nabi dan orang-orang saleh. Mereka ini adalah orang-orang yang telah mendapatkan ketenangan dan orang-orang seperti itulah yang dapat mengantarkan sakinah kepada sasarannya atas izin Allah swt. Bagaimana mungkin orang-orang yang belum mendapatkan ketenangan dapat menyampaikan ketenangan kepada orang lain, padahal mereka sendiri belum mendapatkannya.

Unsur ketiga, yang menerima sakinah itu adalah manusia. Manusia menjadi sasaran sakinah. Unsur keempat, yang menimbulkan (mengantarkan) sakinah ialah segala alat (media) yang dapat digunakan untuk itu, baik yang berbentuk ucapan maupun yang berbentuk tindakan.

Ucapan atau kalimat-kalimat yang baik yang disampaikan kepada orang lain dapat menjadi alat (media) untuk mengantarkannya menjadi sakinah. Tindakan-tindakan yang baik yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dapat menjadikannyamencapai sakinah. Atau yang bersangkutan sendiri dapat mencapai sakinah karena ucapan dan tindakan yang dilakukannya.

Setiap manusia normal pasti menginginkan kehidupan yang senang, tenang, dan bahagia yang dapat disimpulkan dengan satu kata, yaitu “SAKINAH”. Kesenangan dan ketenangan yang ingin dicapainya itu bukanlah hal yang semu, yang hanya dapat dilihat dari sisi fisik atau penampilannya saja, atau hanya di dunia saja. Akan tetapi, kita menginginkan sakinah yang hakiki, yaitu yang tidak hanya pada fisiknya, tidak hanya pada penampilannya, tetapi juga pada substansinya, dan tidak hanya di dunia ini, tetapi juga di akhirat nanti.

Itulah sebabnya, maka hampir setiap saat kita memohon kepada Allah agar dianugerahi kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat, dengan senantiasa memohon doa yang berbunyi: “Rabbana atina fi ad-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah wa qina ‘adzaba an-nar” (Wahai Tuhan kami, anugerahilah kami kehidupan yang baik di dunia dan kehidupan yang baik di akhirat, dan jauhkanlah kami dari siksaan api neraka). Wallahu a’lam bi ash-shawab.   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar