Senin, 12 Juni 2017

Puasa dan Pengingkaran Amanah Wakil Rakyat



Tujuan utama puasa Ramadhan adalah menjadikan manusia bukan hanya beriman, melainkan juga bertakwa kepada Allah swt. (QS. al-Baqarah, 2:183). Salah satu indikasi nyata dari keimanan dan ketakwaan seseorang adalah mampu melaksanakan amanah. Arti amanah mencakup segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik menyangkut hak diri sendiri, hak orang lain, maupun hak Allah swt.
 Islam adalah agama yang paling vokal bicara soal amanah. Mengapa? Sebab, pelaksanaan amanah amat menentukan kualitas iman dan takwa seseorang. Itulah sebabnya, Nabi saw. berulang kali bersabda: “Tunaikanlah amanah, dan jangan pernah kamu mengkhianati amanah yang dititipkan kepadamu.” (HR Abu Dawud dan Tirmizi). Karena itu, jangan pernah meremehkan amanah. Sekecil apa pun amanah itu.
Dalam kaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, keselamatan dan kemajuan suatu bangsa, antara lain sangat tergantung pada komitmen para wakil rakyat memegang amanah. Apakah para wakil rakyat di suatu negara sungguh-sungguh memelihara amanah yang dilimpahkan kepadanya?
Sebelumnya, siapakah wakil rakyat itu? Mereka adalah orang-orang yang telah menyatakan komitmennya untuk menjalankan tugas sebagai wakil rakyat secara profesional. Mereka juga telah menyatakan komitmen penuh demi melaksanakan amanah yang dititipkan rakyat dengan sepenuh harapan. Di antara fungsi strategis wakil rakyat adalah menentukan public policy (kebijakan publik) dan membuat undang-undang yang berujung pada peningkatan kualitas layanan publik, selanjutnya peningkatan kualitas kesejahteraan dan kecerdasan rakyat yang diwakilinya. Untuk itu, para wakil rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang diajukan pemerintah, dan hak budget. Tugas lain yang tidak kurang pentingnya adalah mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan institusi tersebut sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan demi terpenuhinya kepentingan publik.
Amanah merupakan isu penting dalam Al-Qur’an. Kitab suci ini menyebut kata amanah setidaknya dalam lima makna. Pertama, kata amanah disinggung dalam kaitan dengan isu kesaksian (QS, 2:283). Amanah dalam konteks ayat tersebut bermakna keharusan memberikan kesaksian yang benar dan larangan menyembunyikan kebenaran, mekipun resikonya sangat berat. Kedua, disebutkan dalam isu keadilan (QS, 4:58). Amanah berarti  kewajiban menetapkan hukum secara adil, tidak ada diskriminasi, juga tanpa eksploitasi. Ketiga, digunakan dalam kaitan larangan berkhianat (QS, 8:27). Amanah berarti larangan berlaku khianat. Setiap Muslim dan Muslimat diharamkan mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta menghianati amanah yang dipercayakan kepadanya. Keempat, disebutkan dalam konteks sifat manusia terpuji  (QS, 70:32). Amanah adalah satu di antara sifat terpuji yang harus dimiliki manusia yang beriman dan bertakwa, yakni sifat manusia yang tidak berkeluh kesah bila mengalami kesulitan hidup, sebaliknya tidak arogan bila mendapatkan kesenangan. Jadi manusia yang amanah adalah manusia yang memiliki integritas kepribadian yang stabil dan mantap, tidak mudah berubah-ubah meski godaan datang silih berganti. Kelima, disebutkan dalam kaitan penciptaan manusia (QS, 33:72). Amanah berarti kemampuan memikul tanggung jawab. Ketika Allah swt. menawarkan amanah untuk mengelola kehidupan dunia kepada langit, bumi, gunung-gunung tak satupun sanggup mengembannya, kecuali manusia. Ternyata, hanya manusia berani menyatakan kesanggupannya.
Menarik dicermati bahwa dalam kaitan dengan pelaksanaan amanah, sejak dini Allah swt. menvonis manusia dengan tudingan negatif sebagai makhluk yang amat zalim dan amat bodoh (QS, 33:72). Mengapa? Karena dalam realitas sosiologis di masyarakat, sebagian besar manusia telah secara vulgar dan terang-terangan, tanpa rasa malu sedikitpun, mempertontonkan perilaku yang amat zalim, amat serakah dan amat bodoh.
 Buktinya, sangat kasat mata. Sebagai contoh, sudah umum diketahui bahwa tugas sebagai wakil rakyat sangat tidak gampang, penuh godaan, penuh fitnah, dan penuh intrik. Walaupun begitu, tetap saja tidak menyurutkan keinginan banyak manusia mengejar jabatan sebagai wakil rakyat yang dipandang prestisius itu. Bahkan, orang-orang yang tidak memiliki kapasitas dan kompetensi diri untuk jabatan itupun sangat bersemangat meraihnya. Kalau perlu, dengan jalan pintas, seperti money politic.
Bahkan, tidak sedikit manusia yang menggadaikan kehormatan dirinya demi  memperebutkan “posisi terhormat” ini. Mulai dari praktek kampanye yang tidak taat asas; pembohongan publik dengan visi-misi palsu dan janji-janji dusta; penggunaan dana kampanye secara tidak transparan; pemalsuan ijazah; pemalsuan identitas asal-usul; pemalsuan surat rekomendasi; sampai kepada praktek suap-menyuap dengan pimpinan partai atau kelompok penentu. Belum lagi setelah terpilih menjadi wakil rakyat. Tidak sedikit dari mereka mengabaikan amanah, tidak memperjuangkan aspirasi publik. Akibatnya, lahir undang-undang dan peraturan yang isinya jauh dari upaya-upaya mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat, bahkan mendiskriminasi dan mengeksploitasi rakyat, terutama kelompok rentan dan minoritas. Demikian pula, tugas untuk mengevaluasi badan eksekutif pun tidak dilakukan dengan baik. Malah, dalam banyak hal berkolaborasi dengan pejabat eksekutif untuk meraup uang rakyat sebanyak-banyaknya, semata-mata memenuhi kepentingan pribadi dan menambah dana partai untuk Pemilu berikutnya.
Puasa Ramadhan hakikatnya merupakan media pelatihan diri yang efektif, terutama. melatih diri agar mampu melaksanakan amanah. Melalui ibadah puasa, diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan individu mengemban amanah. Minimal, puasa sebulan ini dapat membuat seseorang  mampu menjalankan amanah yang dilimpahkan kepadanya, paling tidak selama 11 bulan mendatang. Lalu, bulan Ramadhan tahun berikutnya diharapkan dia melatih diri lebih intens lagi dengan harapan kualitas iman dan takwanya semakin mantap. Dan pada gilirannya, individu tersebut semakin profesional dalam melaksanakan amanah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Demikianlah diharapkan, dengan bertambah usia manusia dan semakin sering berpuasa, semakin meningkat pula kualitas iman dan takwanya, semakin sempurna kualitas diri manusia. Salah satu indikasinya, semakin profesional mengelola amanah. Subhanallah!!









Tidak ada komentar:

Posting Komentar