Selasa, 06 Juni 2017

Menghormati Bulan Suci Ramadhan



Dalam suatu perjalanan mendampingi mahasiswa tugas lapangan ke Gedung Mahkamah Konstitusi, dengan mengendarai bus berukuran sedang kami melewati sederetan warung nasi yang biasa disebut “warteg” di pinggir kali Ciliwung, meski warung-warung tersebut tertutup kain pada bagian depan, tapi kami masih bisa melihat beberapa kaki manusia yang sedang duduk makan di dalamnya.

Wahh seharusnya warung-warung ini digerebeg oleh petugas Satpol PP. Itukan tugas mereka. Warung-warung ini mencemari kesucian bulan Ramadhan. Umat Islam kan lagi puasa, tega-teganya mereka mengganggu kekhusyu’an puasa, Amelia berkata geram sambil menunjuk ke arah warung  tadi.

Kami semua terdiam mendengar ocehan Amelia, malas rasanya menimpali pembicaraan yang tidak bermutu itu. Tanpa diduga, Alif yang dari tadi kelihatan mengantuk, tiba-tiba menyahut: Amel, saya hargai pendapatmu. Tapi, sadarkah kamu kalau para pemilik warung itu juga sedang mengerjakan kewajibannya sebagai orang tua yang harus memberi nafkah pada anak-anaknya. Mereka butuh makan, butuh uang sekolah dan butuh uang untuk lebaran nanti. Kalau mereka harus menutup warungnya, lalu dari mana mereka mendapatkan uang?, mungkin juga berjualan makanan merupakan satu-satunya pekerjaan yang dapat mereka lakukan dalam dunia yang sarat kompetisi ini, gak mudah lho cari uang, terutama uang halal. Berjualan makanan itukan halal, ketimbang jadi koruptor atau rentenir.

Si gendut Lolly menimpali: lagian siapa yang terganggu? Saya puasa tapi tidak sedikitpun merasa terganggu melihat orang makan. Kita kan sudah niat untuk puasa, jadi lihat makanan dan orang makan biasa-biasa aja kaleee.

Dan jangan lupa, kata Rini yang tiba-tiba berdiri mengambil posisi menantang, yang makan itu juga belum tentu Muslim lho. Ini kan Indonesia, bukan Arab Saudi. Kita terdiri dari beragam suku, agama dan kepercayaan sesuai motto: Bhinneka Tunggal Ika. Boleh jadi juga, mereka Muslim tapi musafir, ayoo. Atau sedang halangan atau termasuk kelompok yang tidak wajib puasa karena pekerjaannya sangat berat, seperti tukang batu dan sebagainya, atau karena sudah sangat uzur. Jangan lupa, Islam memberi keringanan kepada sejumlah kelompok untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan. Karena itu, jangan gampang menuduh dan menyalahkan. Sikap santun, bijak dan hati-hati selalu lebih baik.

Merasa dirinya dikepung, Amel tidak menyerah begitu saja. Tapi kalian harus realistis, di sejumlah media terlihat Satpol PP didukung ormas-ormas Islam melakukan aksi sweeping, razia dan penutupan warung-warung makan, restoran, panti pijat, tempat-tempat hiburan dan lokalisasi prostitusi.  Justru tindakan Satpol PP adalah implementasi Perda yang dianggap sebagai Perda Syariah. Dan perda itu dibuat oleh wakil-wakil rakyat melalui DPRD. Apakah itu salah??

Jelas sekali Perda itu salah karena bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin kemerdekaan semua penduduk untuk beragama sesuai agama dan keyakinan masing-masing, dengan tegas Rini menjawab. Masalahnya, kata dia lagi, Pemda tidak berani tegas menghadapi pelanggaran konstitusional ini. Pasalnya, jika ada pejabat yang berani menolak perda Syariah, bakal dituduh liberal, kafir, tidak islami dan seterusnya. Labeling semacam ini amat menakutkan bagi sejumlah orang, khususnya bagi mereka yang pemahaman keagamaannya masih pada tingkat Taman Kanak-Kanak.
                                     
Alif menambahkan: Konstitusi menjamin, tidak boleh ada warga negara yang dipaksa atau dihalangi menjalankan ajaran agamanya. Jadi, meski seseorang beragama Islam, ia tidak boleh dipaksa shalat, puasa atau ibadah lainnya. Demikian sebaliknya, ia tidak boleh dihalangi beribadah sesuai keyakinannya. Setiap orang berhak menjalankan agama sesuai keyakinan masing-masing sepanjang tidak melakukan kekerasan dan tidak melanggar hak-hak asasi orang lain. Jadi, kebebasan beragama itu bukanlah kebebasan yang mutlak. Sebab, setiap orang dibatasi kebebasannya oleh hak asasi orang lain.

Tugas aparatur negara hanyalah memfasilitasi agar umat beragama, apa pun agama dan keyakinannya dapat menjalankan ajaran agamanya dengan nyaman, aman dan penuh kekhusyu’an. Pemerintah tetap punya hak untuk membuat regulasi yang bertujuan melindungi hak-hak warga negara untuk dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik. Jadi, regulasi dalam bidang agama tetap diperlukan sepanjang itu dimaksudkan untuk proteksi, bukan untuk memangkas hak-hak asasi mereka dalam kehidupan agama. Demikian akhirnya aku pun nimbrung dalam diskusi ini. Aku melanjutkan, pemerintah boleh membuat regulasi, misalnya mengatur jam buka bagi restoran, warung, panti pijat dan tempat hiburan. Misalnya, boleh buka setelah jam 12 sampai jam  10 malam. Tapi, tidak boleh melarang total. Itu tidak manusiawi. Aku tahu alasan mereka adalah untuk kebaikan, tapi kebaikan buat siapa? Sebab, aku pernah mendengar keluhan seorang tuna netra yang bekerja di sebuah Panti Pijat yang ditutup selama Ramadhan. Dia betul-betul menderita karena tidak bisa lagi mencari nafkah untuk keperluan anak-isterinya. Apalagi, di bulan Ramadhan kebutuhan masyarakat meningkat, bukannya berkurang.

Kalian mau tahu cara yang tepat menjaga kesucian bulan Ramadhan? Aku memancing pertanyaan. Semua menjawab serentak, mauuuu. Cara paling tepat adalah: Pemerintah menjaga kestabilan harga-harga sembako dan kebutuhan pokok lainnya selama bulan Ramadhan; pengusaha mendistribusikan sebagian keuntungannya untuk membantu mereka yang miskin dan papa sehingga mereka tidak berkeliaran di tempat-tempat umum; Polisi dan Satpol PP berkeliling menangkap pengendara motor dan sopir yang ugal-ugalan di jalan raya; para penjambret dan pencopet di pusat-pusat perbelanjaan dan tempat-tempat lain, orang-orang yang buang sampah sembarangan. Pemerintah membantu modal usaha dan menyiapkan fasilitas yang memadai bagi para pengusaha kecil, pemilik warung, dan pedagang kaki lima. Pemerintah menyiapkan layanan publik yang murah dan terjangkau bagi masyarakat kecil, seperti air bersih, transportasi, kesehatan dan pendidikan.

Menyambut Ramadhan bagi masyarakat, antara lain dengan peduli kebersihan dan buang sampah pada tempatnya sehingga tidak membuat timbunan sampah yang menimbulkan bau busuk dan banjir di mana-mana. Masjid-masjid menyiapkan fasilitas beribadah yang nyaman dan menyiapkan makanan buka puasa bagi mereka yang tidak mampu. Masjid tidak perlu menggunakan pembesar suara yang memekakkan telinga, pembesar suara yang berkualitas cukup dipakai hanya untuk azan shalat wajib.

Demikian antara lain cara-cara paling jitu menjaga kesucian Ramadhan. Mari kita mengamalkan ajaran agama dengan tetap menghargai nilai-nilai kemanusiaan seperti tertera dalam Pancasila yang menjadi ideologi negara kita. Dengan begitu, agama membuat kita menjadi lebih manusiawi, lebih mengapresiasi sesama manusia tapa sekat sedikit pun.
                              
Semua mahasiswa terdiam mendengarkan penjelasanku, sebagian mengangguk-angguk semoga itu tanda setuju. Tanpa terasa, bus yang kami tumpangi telah masuk ke halaman gedung MK. Kami semua bergegas turun dengan tertib menuju ruang sidang untuk menghadiri sebuah sidang penting terkait judicial review terhadap Penetapan Presiden No.1 Tahun 1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, dimana aku adalah salah seorang pemohonnya.         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar