Selasa, 06 Februari 2018

Memahami Bahaya HIV/Aids dan Narkoba




وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لاَ تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ شَدِيْدُالْعِقَابِ.
{الأنفال، 8: 25}
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang zalim saja di antara kamu, dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaannya.”  (QS. al-Anfal, 8: 25).

HIV/AIDS dan narkoba telah menjadi epidemi bagi masyarakat dunia. Dari aspek manapun kita melihatnya -aspek kesehatan fisik dan jiwa, aspek sosial, aspek ekonomi dan politik dan berbagai aspek lainnya- kita sepakat bahwa keduanya merupakan bencana terbesar bagi peradaban umat manusia di muka bumi, bahkan bahaya keduanya diprediksikan jauh lebih dahsyat dari dua Perang Dunia yang pernah terjadi.

Tulisan ini khusus membicarakan masalah HIV/AIDS dan narkoba dari sisi  preventif (pencegahan), bukan dari sisi kuratif (pengobatan) nya. Sebab, realitas yang ada membuktikan bahwa dibandingkan pengobatan, upaya-upaya pencegahan terhadap HIV/AIDS dan narkoba jauh lebih mudah dan murah sehingga dengan demikian menjadi jauh lebih signifikan untuk dilakukan.

Para pemuka agama dituntut untuk proaktif mensosialisasikan upaya-upaya pencegahan terhadap kedua epidemi ini karena sebagaimana disinggung dalam ayat pembuka di atas, fitnah yang boleh jadi mengambil bentuk HIV/AIDS dan narkoba, bukan hanya menimpa mereka yang dzalim, melainkan juga akan menimpa orang-orang baik di antara kita.  Bahkan, hadis Nabi berikut memberikan sinyal yang lebih kuat akan munculnya suatu fenomena yang sangat memprihatinkan itu. Diriwayatkan dari Ummi Salamah bahwa Nabi saw bersabda:

إِذَا ظَهَرَتْ الْمَعَاصِى فِى أُمَّتِىْ عَمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ مِنْ عِنْدِهِ، قُلْتُ يَا رَسُوْلَ الله أَمَا فِيْهِمْ يَوْمَئِذٍ نَاسٌ صَالِحُوْنَ؟ قَالَ: بَلَى. قُلْتُ: كَيْفَ يَصْنَعُ بِهِمْ؟ قَالَ: يُعِيْبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسَ.

“Apabila kemaksiatan telah nampak di kalangan umatku, maka Allah swt. akan menurunkan bencana dari sisi-Nya kepada mereka semua. Saya (Ummi Salamah) bertanya: Wahai Rasulullah apakah ketika itu masih ada juga orang-orang saleh?, Nabi menjawab: masih ada, lalu bagaimana nasib mereka?,  Nabi menjawab: Allah pun akan menimpakan bencana kepada mereka sebagaimana ditimpakan kepada pelaku-pelaku maksiat itu (HR. Imam Ahmad).”

Hadis di atas secara jelas menggambarkan bahwa dampak epidemi itu tidak bersifat "lokal", melainkan bersifat universal. Wabah epidemi dapat menjangkiti seluruh masyarakat, baik yang dzalim maupun yang saleh. Mereka yang dzalim ditimpa wabah  karena kedzaliman mereka, sementara bagi mereka yang saleh juga akan ditimpa wabah karena ketidakpedulian mereka untuk mencegah meluasnya wabah tersebut. Karena itu, dalil-dalil di atas menjadi landasan bagi kita umat Islam, khususnya bagi para pemuka agama, untuk segera peduli dan dan berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya penanggulangan bahaya HIV/AIDS dan narkoba agar masyarakat terhindar dari bencana yang mengerikan tersebut.

Memahami HIV/AIDS dan Proses Penularan
Sejauh ini hasil penelitian mengenai HIV/AIDS menyimpulkan bahwa penularan virus HIV dapat terjadi melalui tiga cara. Pertama, melalui hubungan seksual; kedua, melalui parental (alat tusuk atau suntikan); dan ketiga, melalui perinatal (penularan dari ibu hamil yang terinveksi HIV/AIDS kepada anak yang dikandungnya).

Hasil penelitian juga menggarisbawahi bahwa penularan virus HIV lebih banyak terjadi melalui kontak seksual, sedang melalui parental dan perinatal sangat sedikit prosentasenya.  Karena itu, dapat dipahami jika hubungan seksual di luar nikah (baca: perzinahan) dan perilaku seksual yang menyimpang menjadi perhatian yang serius bagi langkah preventif dan kuratif terhadap menjalarnya virus tersebut di masyarakat.

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, sementara syariat Islam secara kuat dan tegas melarang hubungan seksual di luar nikah (Q.S. Al-Isra`, 17:32), demikian pula dengan segala bentuk perilaku seksual menyimpang. Dengan demikian, upaya penanggulangan bahaya HIV/AIDS di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas Islam diharapkan akan lebih berhasil jika dilakukan secara sistematik, dengan bahasa dan pendekatan agamis.

Akan tetapi, perlu ditegaskan di sini bahwa meskipun diketahui virus HIV itu lebih banyak menular melalui kontak seksual, khususnya kontak seksual di luar perkawinan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit yang mengerikan itu juga akan menjangkiti orang-orang baik atau orang-orang yang tidak berdosa di antara kita. Misalnya bayi-bayi yang tertular melalui ibunya, atau penularan melalui transfusi darah, atau penularan dari suami atau isteri yang mengidap HIV/AIDS, atau melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril  dan sebagainya.  

Karena itu, sungguh suatu sikap yang sangat tidak etis memberi cap "pembuat dosa" kepada para pengidap HIV/AIDS tanpa mempertimbangkan tekanan sosial yang dialami penderita. Kita umat beragama hendaknya tidak memahami agama hanya dari perspektif tekstual semata, melainkan lebih melihatnya sebagai suara hati nurani dalam meresponi kehidupan sehari-hari yang kompleks. Itu berarti kita perlu menumbuhkan kesadaran untuk tidak selalu menganggap diri kita benar, sedang orang lain salah dan karenanya harus dikutuk. Dengan cara demikian, kita dapat membangun konsep agama yang lebih santun terhadap persoalan-persoalan manusia.

Memahami Narkoba
Narkoba adalah sejenis zat yang dapat menyebabkan sipemakai terganggu akal sehatnya dan hilang ingatan sesuai dengan dosis yang digunakan. Jika dikonsumsi tanpa dosis yang tepat akan membuat si pemakai kehilangan stamina tubuh dan kehilangan keseimbangan jiwa. Dalam kondisi yang sudah parah, jiwa pemakai biasanya tidak  tertolong.

Secara umum narkoba dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis. Pertama, narkotika natural (alami), yaitu terbuat dari tumbuh-tumbuhan, seperti ganja, opium, koka, alkot, dsb. Kedua, narkotika semi sintetis. Jenis ini merupakan modifikasi dari bahan-bahan alami yang kemudian diproses secara kimiawi supaya memberikan pengaruh lebih kuat, seperti morfin, heroin, kokain, dsb.  Ketiga, narkotika sintetis, yaitu segala macam obat yang terbuat dari bahan kimia murni yang mempunyai pengaruh dan efek seperti narkotika alami dan semi sintetis. Dikemas dalam beragam bentuk, seperti pil, kapsul, tablet, minuman, serbuk, cairan injeksi dsb. Di antaranya mengambil bentuk obat tidur, seperti kapsul signal, Valium 5, obat penenang, pil-pil perangsang, seperti kiptagon atau amphetamine, dsb.  Menurut data terakhir yang dicatat dari Perancis, jumlah obat-obat terlarang mencapai lebih dari 500 jenis. Fatalnya, obat-obat terlarang itu dapat diperoleh dengan mudah di sekeliling kita, bahkan  dengan harga yang relatif murah

Narkoba secara hukum dilarang penggunaannya, baik bagi pemakai, penjual maupun pengedar. Akan tetapi, barang terlarang itu tetap saja diproduksi karena sekelompok masyarakat masih membutuhkannya sebagai obat, misalnya sebagai obat bius, obat perangsang (stimulant) atau obat penahan rasa sakit bagi penderita penyakit tertentu. Persoalannya adalah bagaimana menertibkan agar zat terlarang dan mematikan itu betul-betul hanya dimanfaatkan untuk hal-hal positif demi kepentingan kelompok tertentu yang dilindungi undang-undang. Karena itu, undang-undang yang mengatur soal penggunaan narkoba harus tegas dan sanksi bagi pelanggarnya pun harus berat dan  ketat tanpa pandang bulu. Namun, yang tidak kurang pentingnya adalah komitmen politik (political will) yang sungguh-sungguh dari elit penguasa.

Selanjutnya, bagi para orang tua hendaknya mengenal dengan baik untuk kemudian bersikap waspada terhadap semua yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba. Di antaranya, mengenal bentuk-bentuk narkoba serta efeknya yang negatif bagi tubuh, mengenal ciri-ciri orang yang kecanduan narkoba, dan mengetahui cara-cara yang biasa dipakai dalam pengedaran narkoba. Pengetahuan terhadap hal-hal tersebut sedikit banyaknya bermanfaat dalam upaya menghindarkan  anak-anak atau bahkan orang lain dari ancaman bahaya narkoba. Pemahaman yang benar akan bahaya narkoba dapat membangun solidaritas dalam masyarakat untuk membangun gerakan anti narkoba secara efektif di seluruh lapisan masyarakat.

Islam Harus Mampu Mencegah Bahaya HIV/Aids dan Narkoba
Islam adalah agama yang diturunkan Allah swt. melalui Nabi Muhammad saw. untuk umat manusia seluruhnya dan berlaku universal sampai di akhir zaman. Islam diturunkan agar menjadi rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin). Ajaran Islam mengandung seperangkat tata nilai etika yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengatur hidup manusia agar mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin di dunia, serta keselamatan di akhirat nanti.

Oleh karena itu, fungsi pokok Islam adalah membina manusia agar baik dan sehat,  secara fisik, psychis, mental dan sosial. Ajaran Islam secara jelas menunjukkan mana perbuatan  yang baik dan membawa kepada kemaslahatan dan kebahagiaan, dan mana perbuatan yang buruk dan membawa kepada kemudaratan dan kesengsaraan. Dengan ungkapan lain, tujuan Islam adalah kemaslahatan manusia dan karenanya semua yang membawa kepada mudarat dan mafsadat bertentangan dengan hakikat Islam.

Menurut Imam Al-Ghazali, kemaslahatan itu diukur pada lima hal yang disebutnya dengan Al-Kulliyat Al-Khams, yakni terpenuhinya lima hak dasar manusia. Kelima hak tersebut adalah terpenuhinya hak hidup (hifz an-nafs); terpenuhinya hak berpendapat atau kesehatan akal (hifz al-`aql); terpenuhinya hak kebebasan beragama (hifz ad-din); terpenuhinya hak reproduksi (hifz an-nasl); dan terpenuhinya hak kehormatan diri (hifz al-ardl). HIV/AIDS dan narkoba jelas mengganggu perlindungan terhadap lima hal mendasar dalam diri manusia; mengganggu kelangsungan hidup manusia, kesehatan akal, pelaksanaan agama, kesehatan reproduksi, dan kehormatan manusia. Nilai-nilai Islam itu harus menjadi acuan, baik dalam interaksi manusia dengan penciptanya (hablun min Allah), maupun dengan sesamanya manusia (hablun min al-naas), bahkan, dengan alam semesta (hablun min al-alamin).
Islam mengatur hidup manusia dengan sejumlah ajaran yang harus ditaati sehingga tujuan tadi tercapai. Di antara ajaran-ajaran yang dimaksud yang paling penting adalah ajaran moral atau disebut juga ajaran akhlak. Pendidikan akhlak menduduki posisi sentral dalam Islam. Begitu pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam sehingga Nabi saw. mengatakan: "Aku semata-mata diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia." Dalam hadis lain Nabi bersabda pula: "Tuhan telah memilih Islam menjadi agamamu maka hiasilah agama itu dengan akhlak mulia."

Al-Qur`an mengandung sejumlah ayat yang mengajarkan bagaimana seharusnya manusia berperilaku dalam pergaulan sehari-hari. Hadis Nabi juga banyak membawa ajaran-ajaran moral. Bahkan, seluruh ibadah, termasuk di dalamnya salat, puasa, zakat, dan haji pada hakikatnya mengandung ajaran moral, yang pada intinya mengajarkan agar manusia senantiasa mengerjakan hal-hal yang baik dan terpuji, dan sebaliknya menghindari hal-hal yang buruk dan tercela.

Di antara perilaku yang baik dan terpuji adalah memelihara kebersihan diri, baik fisik maupun mental, menjaga kesucian diri, menjaga pandangan mata dari hal-hal yang tidak bermanfaat, menghindari pergaulan bebas, menjauhkan diri dari mengkonsumsi zat-zat yang membahayakan, seperti minuman keras, obat-obat terlarang, dan narkoba, serta yang tidak kurang pentingnya adalah memelihara rasa malu. Rasa malu dapat dibangun dengan menghindari segala bentuk perilaku tercela, seperti mengumbar keinginan hawa nafsu, menonton hiburan porno,  membaca tulisan porno, dan berlebihan dalam memenuhi hasrat badani.

Dalam kaitan dengan HIV/AIDS dan narkoba, Islam melihat hal ini sebagai akibat dari perilaku manusia sendiri, yaitu akibat dari ketidaktaatan mereka terhadap aturan-aturan yang telah digariskan Allah swt. dalam Al-Qur`an dan Sunnah Nabi-Nya. Kondisi ini telah diisyaratkan oleh Allah swt. dalam Q.S.ar-Ruum, 30:41, yang berbunyi:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيْ النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ. {الروم، 30: 41}
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Wabah HIV/AIDS dan narkoba boleh jadi merupakan peringatan Allah swt. terhadap umat manusia akibat kelalaian dan pelanggaran yang mereka perbuat, sebagaimana diungkap dalam Q.S. al-An`aam, 44 :

فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَئٍْ حَـتَّى إِذَا فَرِحُوْا بِمَا أُوْتُوْا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُوْنَ. { الأنعام، 6: 44}
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.

Dua ayat di atas pada prinsipnya menghimbau manusia agar senantiasa berbuat kebajikan dan kemaslahatan, dan sebaliknya mengingatkan agar tidak berbuat mudarat dan maksiat dalam keadaan apa pun. Manusia harus berusaha mengatasi berbagai problem social di sekitarnya sejak dini. Itulah sebabnya, kita tidak boleh bersikap masa bodoh atau apatis terhadap masyarakat di sekitar kita. Kita tidak boleh diam atau membisu melihat gejala kemaksiatan terjadi di tengah kita. Kita harus berbuat paling tidak berdoa secara sungguh-sunguh memohon bantuan Yang Maha Kuasa.  

Sebab, jika kemaksiatan telah merajalela di tengah-tengah masyarakat, maka bukan hanya para pelaku kemaksiatan itu yang akan merasakan dampak negatifnya, melainkan juga masyarakat di sekitarnya akan turut mengalami akibatnya. Realitas yang ada di masyarakat menjelaskan kondisi tersebut sepenuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar