1. Prinsip Mitsaqan
ghaliza (Komitmen Suci)
Pernikahan
merupakan amanat dari Allah swt. Amanat adalah sesuatu yang diserahkan kepada
pihak lain disertai dengan rasa aman dari pemberinya karena yakin bahwa apa
yang diamanatkannya itu akan dipelihara dengan baik. Isteri adalah amanat Allah
kepada suami, demikian pula suami merupakan amanat Allah kepada isteri. Suami
isteri telah berjanji dengan nama Allah untuk menjaga amanah itu. Janji inilah
yang dimaksud dalam Al-Qur`an dengan mitsaqan ghaliza. Istilah itu dapat
dimaknai dengan komitmen suci atau perjanjian yang teguh.
Pernikahan dalam
Islam bukan hanya melibatkan aspek biologis dan hal-hal yang bersifat material
semata melainkan jauh lebih luas dan dalam dari apa yang kita bayangkan.
Pernikahan pun melibatkan aspek spiritual yang terdalam dari diri manusia.
Itulah sebabnya,
setiap pasangan: isteri atau suami jika dalam kehidupan pernikahan mengalami
hal-hal yang membuatnya sedih, galau dan cemas hendaknya segera beristighfar
memohon ampunan kepada Allah, Sang Maha Pencipta. Sebaliknya, jika pasangan
merasakan hal-hal yang menggembirakan dan menyenangkan hendaknya banyak
bersyukur ke hadirat-Nya. Kehidupan perkawinan ibarat permainan ombak di
pantai, penuh gejolak dan sering menimbulkan hal-hal yang tak terduga
sebelumnya.
2. Prinsip mawaddah
wa rahmah (Cinta dan kasih yang tak bertepi )
Mawaddah secara bahasa
berarti 'cinta kasih', sedangkan rahmah berarti 'kasih sayang', kedua
istilah itu menggambarkan perasaan batin manusia yang sangat luhur. Mawaddah
juga menggambarkan suasana psikologis manusia yang dapat menerima orang lain
apa adanya.
Mawaddah wa rahmah terbentuk dari
suasana hati yang penuh keikhlasan dan kerelaan berkorban demi kebahagiaan
bersama. Sejak akad nikah suami-isteri seharusnya telah dipertautkan oleh
perasaan mawaddah wa rahmah sehingga keduanya tidak mudah goyah dalam
mengarungi samudra kehidupan rumah tangga yang seringkali penuh gejolak.
Mawaddah wa rahmah merupakan
anugerah Allah swt. dan hanya
dilimpahkan kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki agar mereka dapat menikmati
kehidupan suami isteri dengan penuh sakinah (kedamaian). Hal itu
dipaparkan dalam firman Allah berikut: “Di antara tanda-tanda (kebesaran dan
kekuasaan) Allah adalah Dia menciptakan dari jenismu pasangan agar kalian
memperoleh kedamaian dari pasangan tadi, dan dijadikannya di antara kamu
mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS. ar-Rum, 30: 21).
Pasangan suami
isteri sangat dianjurkan memperbanyak doa dan tak lupa berikhtiar agar dianugerahi
mawaddah wa rahmah sehingga keduanya dapat saling mengasihi dan saling
mencintai secara tulus dan ikhlas tanpa pamrih. Semua sikap dan perilaku suami
isteri dalam kehidupan bersama semata-mata bermuara pada rasa kasih sayang dan
cinta yang tulus tak bertepi.
3. Prinsip mu`asyarah
bil ma`ruf (Prilaku santun dan beradab)
Ditemukan sejumlah
tuntunan dalam Al-Qur`an dan hadis agar suami memperlakukan isterinya dengan
penuh sopan santun, di antaranya berikut ini: Hai orang-orang yang beriman,
tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (Q.S an-Nisa 19).
Selanjutnya dari hadis: "Bertakwalah kalian kepada Allah swt. berkaitan
dengan urusan perempuan. Kalian telah mengambil mereka sebagai amanat Allah,
dan kalian juga telah memperoleh (dari Tuhan) kehalalan atas kehormatan mereka
dengan kalimat Allah" (HR. Bukhari).
Dalam relasi
pernikahan, Islam mengajarkan suami agar memperlakukan atau menggauli isterinya
dengan penuh kelembutan dan kesopanan, jauh dari segala bentuk kekerasan dan
kebiadaban. Sebaliknya isteri pun demikian. Masing-masing hendaknya menjaga
tata krama dan adab sopan santun sesuai ajaran agama. Jelas bahwa dalam
pernikahan Islam tidak dibolehkan sedikit pun adanya KDRT (kekerasan dalam
rumah tangga), baik dalam bentuk fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Untunglah
sekarang sudah berlaku UU KDRT, meskipun implementasinya masih tertatih-tatih.
Prinsip mu`asyarah
bil ma`ruf ini paling banyak dituntut dalam relasi seksual di antara suami
isteri. Hubungan seksual di antara suami isteri merupakan kenikmatan yang
dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Agar hubungan tersebut tidak dikotori oleh
pengaruh setan, dan agar dapat membuahkan anak saleh, Rasulullah mengajarkan
kepada umatnya agar memulainya dengan membaca doa: "Bismillah Allahumma
jannibna asy-syaitan wa jannibi asy-syaitan ma ruziqna." Artinya: Dengan nama Allah, ya Allah
jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang akan Engkau
berikan kepada kami. Apabila lahir seorang anak, dia akan terlindung dari setan
(HR. Bukhari dan Muslim).
Realitas di
masyarakat menunjukkan bahwa yang lebih banyak menikmati hubungan seks adalah
suami, sedang isteri hanya melayani. Kebanyakan isteri tidak pernah mengeluhkan
soal kepuasan seksual. Alasannya beragam; pertama, karena hal itu dianggap tabu
dan tidak pantas dibicarakan; kedua, karena takut suaminya marah; dan ketiga,
karena merasa sudah begitulah kodratnya sebagai isteri.
Seharusnya,
menikmati hubungan seks bukan hanya hak suami, melainkan juga hak isteri.
Berkenaan dengan ini sejumlah hadis memberikan tuntunan. Misalnya: "Jika
seorang suami di antara kalian bersetubuh dengan isterinya, hendaklah ia melakukannya
dengan sungguh-sungguh. Bila ia terlebih dahulu mencapai kepuasan (orgasme)
sebelum isteri merasakannya, hendaklah ia tidak tergesa-gesa (mengeluarkan
zakarnya dari vagina) sampai isteripun merasakan orgasmenya". "Jika
seseorang di antara kalian hendak menggauli isterinya, janganlah ia meniru
perilaku binatang atau melakukannya bagai dua ekor unta atau keledai. Hendaklah
ia memulainya dengan cumbu rayu, belaian kata-kata manis dan ciuman"
(HR. Ibnu Majah).
Kedua hadis
tersebut pada intinya mengandung pesan moral agar suami memperlakukan isterinya
dengan penuh kesopanan dan kelembutan, terutama dalam hubungan seksual. Suami
hendaknya mengupayakan sedemikian rupa agar isteri juga mengalami kepuasan.
Isteri bukan hanya sekedar objek dalam hubungan seksual, melainkan juga sebagai
subyek. Jika keduanya sama-sama subyek dan sama-sama mengalami kepuasan tentu
akan tercipta suasana bahagia yang akan mempererat jalinan kasih dan cinta di
antara keduanya.
Kesimpulannya,
hubungan suami isteri hendaknya selalu dibina di atas prinsip saling menghargai
dan menghormati, tanpa melihat kepada asal-usul, status maupun posisi keduanya.
Boleh jadi suami memiliki derajat, status dan posisi yang lebih tinggi dari
isteri, demikian pula sebaliknya. Akan
tetapi, sebaiknya dalam kehidupan rumah tangga semua bentuk perbedaan
itu diabaikan atau tidak dimunculkan.
Suami isteri harus mampu mengendalikan diri dan menahan emosi sehingga yang
muncul hanyalah sikap dan perilaku yang sopan dan santun, bukan sikap dan
perilaku yang memaksa, kasar dan bengis.
4. Prinsip Musawah
(Kesetaraan dan keadilan gender)
Kebahagiaan hidup
dalam pernikahan hanya dapat diwujudkan dalam kehidupan keluarga manakala suami
isteri berada pada posisi yang setara dan sederajat. Itulah yang sekarang diistilahkan
dengan kesetaraan dan keadilan gender. Sebab, bagaimana mungkin suami isteri
bisa saling menghargai, saling menghormati, dan saling terbuka jika sang suami
memandang isteri lebih rendah atau lebih tinggi. Atau sebaliknya, isteri
memandang suami lebih tinggi atau lebih rendah.
Keduanya harus
memandang satu sama lain sebagai manusia utuh yang harus dihargai dan dihormati
apa pun posisi dan statusnya. Keduanya
harus menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Di hadapan Allah swt. semua manusia
sama derajatnya, yang membedakan di antara mereka hanyalah prestasi takwanya,
itupun hanya Allah yang berhak menilai, bukan manusia.
Prinsip ini
didasarkan pada firman Allah: "isteri-isterimu adalah pakaian untuk
kamu (para suami), demikian pula kalian (para suami) adalah pakaian mereka
(para isteri)" (QS. S.
Al-Baqarah, 2:187).Ayat tersebut mengisyaratkan Perlunya suami isteri
saling membantu dan saling melengkapi satu sama lain. Tidak ada manusia yang
sempurna dalam segala hal, sebaliknya tidak ada pula yang serba tidak sempurna.
Suami isteri pasti saling membutuhkan. Masing-masing harus dapat berfungsi
memenuhi atau menutupi kebutuhan pasangannya, ibarat pakaian menutupi tubuh.
Prinsip ini perlu
diterapkan mengingat hubungan suami isteri hanya dapat berjalan serasi dan
harmonis manakala keduanya dapat saling melengkapi dan melindungi, bukan saling
mencari kelemahan dan kekurangan masing-masing. Sebagai manusia hamba Allah,
setiap suami atau isteri pasti memiliki kelebihan sekaligus juga pasti ada
kekurangan. Konsekuensinya, suami isteri perlu saling menutupi kekurangan dan
memuji kelebihan.
Perbedaan jenis
kelamin: laki-laki dan perempuan, dalam hubungan suami isteri tidak perlu
menyebabkan yang satu merasa lebih superior (lebih tinggi) daripada yang lain
atau sebaliknya yang satu merasa inferior (lebih rendah) daripada yang lain.
Keduanya memiliki posisi yang sama, yakni sama-sama manusia. Semua manusia sama
derajatnya, yang membedakan di antara
mereka hanyalah takwanya, dan ukuran takwa itu hanya Allah yang dapat menilai,
bukan manusia.
Hanya saja, perlu
diingat bahwa dalam kehidupan suami isteri, khususnya di lingkungan rumah
tangga, Allah swt. memberikan tugas yang
cukup berat kepada suami, yakni untuk bertindak sebagai pengayom atau
pelindung (QS. an-Nisa`, 4:34). Sebagai pelindung atau pengayom,
suami dituntut agar sungguh-sungguh memberikan perlindungan, ketentraman, dan kenyamanan kepada isterinya, bukan
sebaliknya mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan. Fungsi sebagai pengayom atau pelindung inipun
tidak melekat secara otomatis pada diri suami, melainkan hanya berlaku jika
sang suami memenuhi dua syarat yang ditetapkan. Pertama, memiliki kualitas
lebih dibandingkan isterinya dan kedua, mampu memberikan nafkah lahir batin
(QS. an-Nisa`, 4:34). Jika kedua syarat ini tidak terpenuhi, tentu
fungsinya sebagai pengayom dapat dipertanyakan.
5. Prinsip Musyawarah
(Komunikasi yang hangat dan intens)
Prinsip ini
didasarkan pada firman Allah: "Bermusyawaralah di antara kamu (suami
dan isteri) mengenai segala sesuatu dengan cara yang baik" QS. at-Thalaq,
65:6). Atas dasar prinsip musyawarah ini, suami atau isteri tidak mengambil
keputusan penting, khususnya menyangkut kehidupan keluarga, secara sepihak
melainkan senantiasa perlu dirundingkan atau dimusyawarahkan bersama. Dengan memegang teguh prinsip ini
diharapkan bahwa manakala ada masalah, maka suami isteri bertanggung jawab.
Tidak ada pihak yang akan mengelak dari tanggung jawab karena semua keputusan
diambil berdasarkan kesepakatan bersama demi kepentingan keluarga.
Membangun
komunikasi yang hangat dan intens di antara suami-isteri menjadi kunci
kebahagiaan dalam perkawinan. Masalahnya, kebanyakan kita lebih mudah dan juga
lebih suka membangun hubungan yang hangat dengan orang lain ketimbang dengan
pasangan sendiri. Memang tidak mudah, tapi komunikasi harus dibangun dan
dilanggengkan sepanjang hayat dengan pasangan.
Khalifah Umar ibn
al-Khattab mengibaratkan ikatan suami isteri dengan seutas benang yang mudah
sekali putus, sangat peka. Karena itu, jika yang satu menarik, yang lain
mengulur. Jika yang satu mengencangkan, yang lain mengendorkan, demikian
seterusnya. Dengan ungkapan lain, diperlukan seni berkomunikasi dalam relasi
pernikahan.
Rasulullah saw.
seringkali menyebutkan: bayti jannati (rumahku adalah surgaku). Dibalik
sabdanya itu, Rasul hendak mengingatkan kita, para pengikutnya, agar berusaha
menjadikan rumah masing-masing seindah dan senyaman surga. Surga dalam
kehidupan rumah tangga harus diciptakan, dan itu perlu kerjasama yang serius
dan sungguh-sungguh dari kedua suami-isteri, tidak mungkin hanya sepihak saja.
Demikianlah lima
prinsip dasar pernikahan dalam Islam, semoga dengan prinsip tersebut kita semua
berhasil mewujudkan surga di bumi melalui kehidupan perkawinan yang penuh
dengan sakinah, mawaddah wa rahmah.
Wah lengkap banget Jasa Pembuatan Website Toko Online serta layanan Jasa Pembuatan Website Penjualan Online dan
BalasHapusJasa Pembuatan Online Shop
Grosir Jilbab Murah - Jilbab Segi Empat Terbaru dan Jilbab Instan Terbaru serta Jasa Pembuatan Website Murah serta Buat Toko Online Murah