Senin, 08 April 2019


Perjuangan Perempuan Dalam Mengmbangkan Dakwah Islam

Musdah Mulia



Tidak banyak yang mengetahui bahwa Rasul saw memiliki sahabat bukan hanya berjenis kelamin laki-laki melainkan juga perempuan. Para sahabat perempuan tersebut ikut berjuang bersama Rasul menegakkan syiar Islam, bukan hanya berdakwah, melainkan turut berjuang secara fisik di medan peperangan. Di antara perempuan sahabat tersebut, ada yang masuk Islam secara sembunyi-sembunyi dan Rasulullah biasa berkumpul dengan mereka dan memberikan bimbingan terkait agama secara rahasia, karena dakwah pada masa-masa awal keislaman masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan bersifat individual. 

Sa’id bin Zaid berkata, “Kami merahasiakan dakwah Islam selama setahun.  Kami tidak shalat kecuali di dalam rumah dengan pintu tertutup rapat atau di jalan setapak di antara dua bukit yang sepi, dimana sebagian sahabat mengawasi sebagian yang lain. Jika tiba waktu Ashar, Rasulullah dan para sahabat menyebar ke sela-sela bukit dan mendirikan shalat secara sendirian atau dua orang.  Ibnu Ishaq berkata, ”Kemudian manusia masuk Islam, awalnya hanya sebagian kecil saja dari kalangan laki-laki dan perempuan, hingga lama-kelamaan Islam menyebar di Makkah dan ramai dibicarakan.”

Peranan perempuan pada periode dakwah secara sembunyi-sembunyi ini sangat nyata. Mayoritas pemuda yang sudah menikah di masyarakatnya, masuk Islam bersama istrinya. Mereka hidup pada masa itu secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui siapa pun. Mereka benar-benar merahasiakan keadaan hingga tak seorang pun yang mengetahuinya.

Sebenarnya selentingan kabar sempat didengar orang kaum Quraisy. Namun mereka tidak peduli.  Boleh jadi mereka mengira Muhammad hanyalah salah seorang yang biasa membicarakan masalah-masalah agama, yang berbicara tentang ketuhanan dan hak-haknya, seperti Ummayah bin Abu ash-Shalat, Qis bin Sa’idah, Amr bin Nufail dan siapa pun yang serupa dengan mereka.

Meski ada pula rasa ketar-ketir yang menghantui mereka, hingga mereka mulai mengawasi sepak terjang dan dakwah beliau. Tiga atau empat tahun sudah berlalu, namun yang masuk Islam tidak lebih dari delapan puluh orang. Pasalnya, Rasulullah saw tidak memaksakan diri untuk menampakkan dakwah.  Tentu saja itu merupakan jumlah  yang amat sedikit bila dibandingkan dengan penduduk Makkah yang mencapai ribuan.

Peranan perempuan tidak berhenti pada upaya dakwah secara sembunyi-sembunyi, tapi kemudian mereka sudah berani menampakkan diri dan hal itu dimulai semenjak permulaan dakwah. Ummu Syarik sebagai contoh, setelah masuk Islam dia menemui beberapa perempuan Quraisy secara sembunyi-sembunyi, mengajak dan menganjurkan mereka untuk masuk Islam. Cukup lama sehingga tindakannya ini diketahui beberapa penduduk Makkah.

Para perempuan Musliman telah memahami agama pada saat itu dengan suatu pemahaman yang didasari kesadaran dan tanggung jawab. Mereka sangat yakin tanggung jawab dakwah bukan hanya khusus terhadap diri sendiri, melainkan juga tanggung jawab bersifat umum berhubungan dengan dakwah kepada agama, yang sekaligus itu merupakan amar ma’ruf nahy munkar.  Ini merupakan tanggung jawab yang paling besar dalam pandangan Islam, bahkan merupakan substansi segala tanggung jawab yang lain.

Para perempuan memiliki pemahaman semacam itu dan tidak melandaskan tanggung jawab itu kepada anggapan atau dugaan, bahwa ini merupakan kondisi khusus pada seseorang. Tidak ada alasan yang layak disampaikan bahwa laki-laki lebih mampu daripada perempuan atau bahwa perempuan memiliki tabiat yang tidak memungkinkannya melaksanakan tugas.

Allah memerintahkan Rasul saw, selang tiga tahun setelah ayat pertama turun, agar menampakkan dakwah secara terang-terangan dan menyeru mereka agar masuk Islam. Firman-Nya, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik  (Al-Hijr: 94).

÷íyô¹$$sù $yJÎ/ ãtB÷sè? óÚ̍ôãr&ur Ç`tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÒÍÈ  

Setelah Rasulullah menampakkan dakwah, maka orang-orang Quraisy menentang, mencela, memperlihatkan permusuhan dan kebencian kepada beliau. Bahkan, mereka mengganggu dan menyiksa orang-orang yang mengikuti beliau, degan cara apa pun yang dapat mereka lakukan.  Namun beliau tetap tegar dalam ketaatan kepada Allah, siapa pun diseru kepada Allah, baik anak-anak, orang lanjut usia, orang merdeka, budak, laki-laki maupun perempuan.

Semenjak hari pertama beliau menampakkan dakwah, laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab yang sama, yaitu tanggung jawab yang dibebankan ke pundak perempuan.  Ada dalil yang menguatkan persamaan nilai kemanusiaan antara perempuan dan saudaranya kaum laki-laki, seperti yang juga ditegaskan pandangan Islam tentang perempuan sebagai khalifah di muka bumi dan yang layak memanggul amanat.1  Dari Abu Hurairah R.A, dia berkata, “Setelah turun firman Allah,  “Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”, Rasulullah saw bersabda: “Wahai semua orang Quraisy, juallah diri kalian kepada Allah, karena aku tidak berkuasa sedikit pun terhadap kalian dari siksa Allah.  Wahai Bani Abdul-Muththalib, aku tidak berkuasa sedikit pun terhadap kalian dari siksa Allah.  Wahai Abbas bin Abdul-Muththalib, aku tidak berkuasa sedikitpun terhadap dirimu dari siksa Allah.  Wahai Shafiyah bibi Rasululah, aku tidak berkuasa sedikitpun terhadap dirimu dari siksa Allah.

Wahai Fathimah putri Rasulullah, aku tidak berkuasa sedikit pun tehadap dirimu dari siksa Allah.2 Pengkhususan beliau yang menyebutkan Fathimah di antara putri-putri beliau, padahal dia yang paling muda di antara mereka, begitu pula pengkhususan beliau dengan menyebut nama Shafiyah di antara bibi-bibi beliau yang lain, terkandung hikmah yang mudah diketahui.  Beliau menyebutkan perempuan yang lebih muda agar perintah ini mencakup perempuan-perempuan yang lebih tua dan lebih layak untuk itu.  Rasulullah mengkhususkan orang-orang yang paling dekat dengan beliau, laki-laki maupun perempuan, sehingga tanggung jawab yang lainnya lebih layak.

Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata,” Setelah turun ayat,”Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang tedekat”, Rasulullah memanggil orang-orang Quraisy, secara umum maupun khusus…..”Terlepas dari keumuman dan kekhususan yang berarti juga mencakup kaum perempuan, yang ditunjukkan dengan disebutkannya Shafiyah dan Fathimah secara khusus.

Semua referensi sejarah sepakat menyebutkan semua kerabat Rasul. Rasulullah saw mengumpulkan kerabat-kerabat beliau, yang jumlahnya sekitar empat puluh orang. Sementara pengarang As-Sirah Al-Halabiyah menyebutkan di dalam buku Al-Imta’, jumlah mereka empat puluh orang laki-laki dan dua perempuan.

Menurut hemat kami, ini satu-satunya riwayat yang tidak disebutkan dalam riwayat lain.  Kami tidak akan mengutak-atik apa yang disebutkan di dalam Al-Imta’. Dua riwayat ini menyebutkan jumlah yang bebeda, disamping adanya riwayat-riwayat lain yang kami sebutkan dalam keumuman seruan dan kekhususannya. 

Yang menjadi perhatian kami, dimana posisi perempuan di dalam berbagai referensi ini?  Apakah mereka juga masuk di dalam keumuman ini ataukah mereka diabaikan dalam kondisi yang samar-samar saat itu, bahwa masalah akidah tidak menjadi perhatian mereka?  Di sini kami perlu mengulang lagi saat ungkapan bahwa tarikh bagi perempuan bukan merupakan gambaran yang riil tentang apa yang terjadi.

Seruan Rasulullah di tengah kaum perempuan dan laki-laki pada permulaan dakwah secara terang-terangan, seperti yang juga dinyatakan dalam berbagai referensi yang shahih, merupakan puncak tataran risalah kemanusiaan yang mencakup kaum laki-laki dan perempuan, dengan derajat yang sama. Beliau disamping menetapkan tanggung jawab individual bagi masing-masing pihak laki dan perempuan.

Seruan Nabawy di tengah kaum laki-laki dan perempuan semenjak seruan dakwah yang pertama, sebuah seruan yang mengaplikasikan perintah Ilahy untuk menyampaikan peringatan kepada kaum kerabat, merupakan bukti paling besar tentang apa yang diinginkan Islam. Karena itu, larangan bagi perempuan untuk aktif di arena publik seperti kita dengar sekarang sungguh suatu kesalahan terbesar dalam kehidupan individu dan sosial masyarakat Islam.

Seruan dakwah jelas menandaskan dan menegaskan satu prinsip mendasar yang harus diperhatikan siapa pun yang menangani sendi-sendi kehidupan sosial dan hubungan yang didasarkan keimanan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, yaitu prinsip tolong-menolong di antara sesama orang Mukmin, laki-laki mapun perempuan karena hubungan amal dan bukan karena hubungan individu, apakah dia laki-laki ataukah perempuan.1

Ibnu Ishaq berkata, “Ketika Islam mulai didakwahkan secara terang-terangan, mereka para kafir Quraisy memburu orang-orang yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah dari kalangan shahabat. Bukan hanya itu,  setiap kabilah mengamankan siapa pun orang Muslim di kalangannya, lalu mereka menyekap dan menyiksa, entah dengan cara memukuli, membiarkannya kelaparan dan kehausan atau dengan memanggangnya di atas hamparan pasir jika hari terik panas.  Di antara mereka ada pula yang dapat dibujuk karena kerasnya siksaan yang dialaminya, ada pula yang tetap tegar dan akhirnya dilindungi Allah swt.

Tentu saja itu merupakan ujian yang mengguncang orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan yang masuk Islam. Orang-orang kafir memburu siapa pun yang memeluk Islam, dan yang paling keras ditujukan kepada para budak, kareka tak seorang pun membela diri mereka.  Mereka menyiksanya dengan siksaan yang pedih.

Dari Sa’id  bin Jubair, dia berkata, “Aku bertanya kepada Abdullah bin Abbas, “Benarkah orang-orang musyrik kelewatan dalam menyiksa para shahabat Rasulullah saw karena mereka meninggalkan agama kaumnya?” Abdullah bin Abbas menjawab, “Benar.  Demi Allah, mereka benar-benar memukuli salah seorang di antara mereka, membiarkannya kelaparan dan kehausan, sampai-sampai ada yang tidak sanggup duduk karena penderitaan yang dia rasakan di sekujur tubuhnya.  Sampai-sampai mereka berkata kepadanya, ‘Lata dan Uzza adalah tuhanmu selain Allah?’ Dia menjawab,’Ya”.  Dia menjawab seperti itu karena pihak kafir benar-benar kelewatan menyiksanya. 

Tentang hal ini Allah berfirman,
`tB txÿŸ2 «!$$Î/ .`ÏB Ï÷èt/ ÿ¾ÏmÏZ»yJƒÎ) žwÎ) ô`tB on̍ò2é& ¼çmç6ù=s%ur BûÈõyJôÜãB Ç`»yJƒM}$$Î/ `Å3»s9ur `¨B yyuŽŸ° ̍øÿä3ø9$$Î/ #Yô|¹ óOÎgøŠn=yèsù Ò=ŸÒxî šÆÏiB «!$# óOßgs9ur ëU#xtã ÒOŠÏàtã ÇÊÉÏÈ  

“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). Akan tetapi, orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar.” (An-Nahl:106)
         
Kaum perempuan dan laki-laki sama-sama harus menanggung siksaan yang mampu menggetarkan seluruh badan, karena orang-orang kafir tidak pandang bulu apakah orang yang disiksa itu laki-laki atau perempuan.  Jadi perempuan dan laki-laki harus menghadapi keadaan seperti ini.

Bani makhzum menganiaya Ammar bin Yasir beserta ayah dan ibunya.  Mereka bertiga adalah satu keluarga Islam.  Katika terik siang hari mencapai puncaknya, mereka menelentangkannya di atas pasir Makkah.  Ketika Rasulullah saw lewat di sana, beliau bersabda, “Sabar wahai keluarga Yasir.  Tempat yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.”

Pada suatu petang hari Abu Jahal muncul, mencaci-maki Sumayyah dan meludahinya.  Kemudian dia menghunjamkan tombak ke kemaluan Sumayyah hingga menemui ajal.  Jadi dia merupakan syahid yang pertama dalam Islam. Hadits ini diriwayatkan dari Manshur, dari Mujahid.

Akhirnya mereka membunuh ibu Ammar, karena dia hanya menginginkan Islam.  Imam Ahmad meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Orang yang pertama kali mati syahid dalam Islam adalah ibu Ammar, bernama Sumayyah. Dia dibunuh Abu Jahal dengan menggunakan tombak pada alat vitalnya, hingga dia mati karenanya.”

Ketentuan Allah swt menghendaki, orang yang pertama kali mati syahid dalam Islam adalah perempuan. Fakta ini dapat dianggap sebagai satu bukti terpenting tentang andil dan tanggung jawab perempuan Muslimah, dalam perjuangan di jalan Allah dan seruan kepada-Nya.  Sumayyah adalah orang ketujuh dari kelompok yang pertama kali masuk Islam. Dia termasuk pendahulu dan juga termasuk orang yang lebih dahulu menampakkan keislaman di Makkah pada awal perjalanan Islam.  Dari Ibnu Masud, dia berkata, “orang yang pertama kali menampakkan Islam ada tujuh orang, yaitu Rasulullah saw, Abu Bakar, Ammar, Ibunya Sumayyah, Shuhaib, Bilal dan Al-Miqdad.”

Tentang diri Rasulullah saw, maka Allah melindungi beliau dari aksi dan kejahatan kaum Quraisy.  Adapun yang lainnya tidak mampu membebaskan diri dari kebiadaban orang-orang musyrik. Ada yang dipasangi baju besi lalu dipanggang di bawah terik matahari, sehingga dapat dibayangkan bagaimana penderitaan yang dialaminya.

Nahdiyan dan putrinya adalah budak milik seorang perempuan dari Bani Abdid-Dar.  Ketika perempuan itu menyuruh keduanya untuk mengolah tepung, dia berkata, “Demi Allah aku tidak akan memerdekakan kalian berdua.” Abu Bakar yang kebetulan lewat di tempat itu berkata, “Wahai Ummu Fulan, cabutlah sumpahmu itu.”perempuan itu berkata, “Cabut sendiri, karena engkaulah yang telah merusak dua perempuan ini.  Karena itu merdekakan keduanya.” Abu Bakar bertanya, “Berapa nilai mereka berdua?” Setelah perempuan itu menyebutkan nilainya, Abu Bakar berkata, “Aku mengambil keduanya dan kedua perempuan itu pun merdeka. 

Abu Bakar juga memerdekakan budak Bani Al-Mu’ammal, sebuah suku dari Bani Ka’b.  Dia masuk Islam yang kemudian disiksa Umar bin Al-Khaththab, yang saat itu Umar masih berada dalam kemusyrikan.  Ketika Umar merasa bosan sendiri, dia berkata, “Aku sudah tidak sanggup lagi berbuat sesuatu kepadamu.  Aku membiarkanmu karena sudah bosan.”Perempuan itu berkata, “Begitu pula yang diperbuat Allah terhadap dirimu.”

Abu Bakar juga memerdekakan Ummu Ubais, seorang budak perempuan milik Bani Taim bin Murrah.  Dia masuk Islam dan juga termasuk mereka yang disiksa karena Allah.  Abu Bakar membelinya lalu memerdekakannya.  Begitu pula yang terjadi dengan Zanirah.  Hisyam bin Urwah berkata,  “Dia salah seorang dari tujuh orang yang disiksa karena Allah.  Abu Bakar membelinya.  Dia seorang perempuan Romawi yang menjadi budak Bani Abdud-Dar. Setelah masuk Islam, dia menjadi buta.  Maka Orang-orang Quraisy berkata, “tidak ada yang membuatnya buta selain Lata dan Uzza. Selain Lata dan Uzza tidak ada yang sanggup memberi mudharat dan manfaat.  “Lalu Allah mengembalikan penglihatannya. 

Abu Bakar juga memerdekakan Hamamah ibu Bilal.”Siksaan tidak hanya ditimpakan kepada orang-orang yang lemah dari kalangan budak laki-laki dan perempuan.  Banyak cara penyiksaan yang dilakukan setiap suku Quraisy terhadap anggotanya yang masuk Islam. Biasanya mereka menjebloskan orang Muslim ke tempat yang gelap, membelenggunya dengan tali, tidak memberinya makan dan minum, di samping siksaan-siksaan lain. Sa’id bin Zaid berkata, “Demi Allah, aku melihat Umar mengikat saudarinya gara-gara Islam, sebelum dia masuk Islam.”

Siksaan yang ditimpakan orang musyrik terhadap para perempuan Mukminah tidak hanya dilakukan di Makkah, tapi juga dialami beberapa orang yang masuk Islam dari beberapa kabilah yang jauh dari Makkah. Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa Ummu Syarik Ghaziyah binti Jabir masuk Islam bersama suaminya. 

Setelah suaminya hijrah bersama Abu Hurairah dan sekumpulan orang dari kaumnya, maka dia didatangi beberapa orang dari keluarga suaminya, Abul-Akar, lalu mereka bertanya apakah dia berada pada agama suaminya?  Dia pun menyatakan keislamannya. Lalu mereka bersumpah akan menimpakan siksaan yang keras kepadanya.  Mereka membawanya keluar kampung,  menaikkannya ke atas punggung hewan yang paling buruk dan yang paling kasar, mereka memberinya makan roti dan madu tanpa memberinya minuman seteguk pun, membiarkannya dibakar terik matahari selama tiga hari, sampai-sampai akalnya menjadi kacau, tidak dapat mendengar dan melihat.  Pada hari ketiga mereka meminta agar dia meninggalkan agamanya.  Tidak ada yang dapat dilakukannya kecuali hanya memberi isyarat dengan jari telunjuknya yang tertuju ke atas, yang menggambarkan tauhid.  Dia tidak dapat mencerna apa yang mereka ucapkan karena keadaannya antara sadar dan tidak sadar.

Islam menemukan jalan ke Madinah sebelum hijrah.  Hal ini bermula dari Hawa’ binti Yazid bin Sinan Al-Anshariyah yang masuk Islam lebih dahulu selagi Rasulullah masih berada di Makkah.  Suaminya, Qais bin Al-khathim menghalanginya masuk Islam.  Dia menganggap istrinya itu main-main. Karena itu dia suka memeluk istrinya ketika sedang sujud, memeluknya di bagian kepala.  Rasulullah saw yang saat itu berada di Makkah mengabarkan keislaman Hawa’ dan apa yang dilakukan suaminya. 

Pada musim haji, beliau menemui Qais dan mengajaknya kepada Islam, seraya bersabda, “wahai Abu Yazid, aku mendengar engkau memperlakukan istrimu Hawa’ dengan cara yang tidak baik semenjak dia meninggalkan agamamu.  Maka takutlah kepada Allah dan jagalah aku dalam urusan istrimu dan janganlah engkau membujuknya.  “Dalam suatu riwayat disebutkan, “Sesungguhnya istrimu telah masuk Islam, sementara engkau menyakitinya.  Maka aku menghendaki agar engkau tidak membujuknya.”

Satu hal yang pasti, Quraisy adalah kabilah yang paling keras terhadap beliau, mengingat mereka adalah kaum yang bersinggungan secara langsung dengan beliau.  Sikap semua kalangan Jahiliyah adalah satu, yaitu menolak la ilaha illallah dengan maknanya yang integral, yaitu ketika sejarah menetapkan atas dasar kalimat ini:  hendaknya manusia hidup merdeka di alam nyata, ataukah sebagian di antara mereka harus menjadi hamba bagi sebagian yang lain? Atas dasar kalimat ini pula mereka harus menerapkan keadilan dalam lindungan Allah.

Kita sedang dicekoki sebuah pemikiran yang meminggirkan peranan perempuan dan menganggapnya sebagai cabang dan bukan pangkal.  Karena itu kita bertanya-tanya, “Tidak adakah kesempatan bagi para perempuan karena mereka sebagai perempuan untuk tetap berada di dalam rumah dan tidak menampakkan keislaman, agar mereka tebebas dari penyiksaan ini, padahal yang demikian itu bukan sesuatu yang ditolak dalam agama, baik yang laki-laki atau yang dilakukan perempuan.”

Pada beberapa kondisi tertentu perempuan memiliki kemampuan yang justru tidak dimiliki sekian banyak laki-laki.  Para pemimpin dan pemuka yang zhalim tidak mampu mempengaruhi seorang perempuan yang sedang disiksa agar melepaskan sepatah dua patah kata dari lidahnya, apalagi dari hatinya. Kalaupun dia mengucapkan kata-kata, justru membuat orang-orang kafir itu berang, seperti yang dilakukan seorang budak perempuan Bani Al-Mu’ammil dan Zanirah. Gambaran keteguhan dan kesabaran perempuan Muslimah dalam membela akidahnya ini merupakan bukti paling kuat bahwa tanggung jawab iman yang dipeganginya merupakan bagian dari keyakinan itu sendiri.

Berbagai kisah yang dipaparkan di atas mengukuhkan kebenaran akan keterlibatan kaum perempuan dalam perjuangan penegakan Islam, baik ketika Islam masih di dakwahkan secara sembunyi-sembunyi maupun setelah Islam didakwahkan secara terang-terangan. Bahkan terungkap bahwa syahid pertama dalam perjuangan penegakan adalah perempuan, dialah Sumayyah, ibu dari sahabat Rasul bernama Amar.

Artinya, sejak awal dakwah Islam, Rasul tidak membedakan peran perempuan dan laki-laki. Keduanya bersama-sama dan saling bahu-membahu menjalankan dakwah Islam dan mengajak orang-orang musyrik kepada keimanan yang hakiki. Wallahu a’lam.


1 Perhatikan ketetapan Al-Qur’an tentang persamaan ini dalam beberapa ayat Al-Qur’an berikut ini, seperti:
“Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal dia antara kalian, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kalian adalah turunan dari sebagian yang lain.”(Ali Imran:195).
“Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki mapun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kani beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(An-Nahl:97).
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” (At-Taubah:71).
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal.  Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian.” (Al-Hujarat;13)

2 Shahih Muslim bi syarhi An-Nawawy,1/483. Dalam suatu riwayat disebutkan, “Fatimah putri Muhammad
1 Perhatikan firman Allah,  “Jika mereka mendurhakaimu, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian kerjakan.”(Asy-Syu’ara’:216).  Pengingkaran di dalam ayat  ini didasarkan kepada perbuatan yang butuk dan bukan kepada subyek yang buruk, apalagi jenis subyek yang buruk, seperti apakah dia laki-laki atau perempuan.  Jika pelepasan tanggung jawab dari orang-orang yang durhaka ini berhubungan dengan amal seperti gambaran ini, maka tolong-menolong karena pertimbangan iman berhubungan dengan hal lain, yaitu amal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar