Abad ini sering disebut sebagai era globalisasi. Globalisasi
mengandung arti suatu proses yang bersifat mendunia dalam kehidupan umat
manusia. Maksudnya, apa yang berlaku pada suatu bangsa akan dengan mudah
diketahui dan ditiru oleh bangsa-bangsa lain sehingga hal tersebut belaku umum
hampir di seluruh dunia.
Proses globalisasi tersebut dimungkinkan oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi elektronika dan informatika.
Bahkan, kemajuan di bidang teknologi informatika telah membawa kepada
terjadinya transformasi peradaban dunia. Transformasi peradaban dunia
berlangsung dalam proses modernisasi dan industrialisasi yang dahsyat yang pada
gilirannya menciptakan perubahan pada struktur dan pranata masyarakat.
Sebagai akibat dari modernisasi dan industrialisasi tersebut muncul
masyarakat modern atau masyarakat industri yang cenderung lebih mementingkan
nilai-nilai material daripada nilai-nilai yang bersifat immateri atau ruhani.
Masyarakat baru tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) kecenderungan
hidup yang individualistik atau pendewaan diri; 2) kecenderungan hidup yang
materialistik atau pendewaan materi; dan 3) kecenderungan hidup hedonistik atau
pendewaan terhadap hasrat badani.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut sedikit banyak sudah
menggejala dalam kehidupan sebagian masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota
besar. Jelas bahwa ketiga kecenderungan tadi menyebabkan masyarakat dewasa ini
amat rentan terhadap penularan HIV/AIDS dan bahaya narkoba, dan sekaligus
merupakan tantangan berat bagi kaum agama untuk menanggulangi bahaya kedua
epidemi tersebut di masyarakat.
Ajaran Islam mengandung prinsip-prinsip dasar yang dapat dipakai
sebagai landasan dalam pengelolaan hidup bermasyarakat. Dalam kaitannya dengan
pencegahan HIV/AIDS dan narkoba, Islam menawarkan konsep preventif atau
pencegahan.
Dalam literatur Islam dikenal prinsip al-wiqayah khairun min
al-`ilaaj (pencegahan lebih baik daripada pengobatan). Karena itu,
dalam konteks kesehatan, baik fisik maupun mental ditemukan sejumlah ayat
Al-Qur`an dan Sunah Nabi saw. yang pada prinsipnya menghimbau kita pada upaya
pencegahan. Upaya-upaya pencegahan (preventif) dimaksud, antara lain:
Pertama, meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan penghayatan masyarakat,
khususnya di kalangan generasi muda, terhadap nilai-nilai luhur Islam sehingga
mereka tergugah untuk mengamalkannya secara utuh (kaffah) dalam realitas
kehidupan sehari-hari. Sudah waktunya menjelaskan kepada masyarakat bahwa cara
beragama yang baik, bukan hanya dilakukan pada tataran simbolistik, melainkan
lebih kepada hal-hal yang sifatnya substantif.
Jika umat Islam mengamalkan ajarannya secara substansial dengan
benar dan konsekuen, akan terbina masyarakat yang beriman dan bertakwa, yang
sulit ditembus oleh penyebaran virus HIV dan godaan narkoba bagaimana pun
gencarnya. Pada hakikatnya semua bentuk bencana dan kezaliman itu adalah akibat
ulah tangan manusia sendiri (Q.S Yunus, 44).
Kedua, menguatkan fungsi keluarga. Dalam kaitan dengan narkoba, upaya yang paling
prioritas harus dilakukan adalah mengembalikan fungsi keluarga secara utuh dan
sungguh-sungguh. Fungsi keluarga yang sesungguhnya adalah menanamkan
nilai-nilai agama, memberikan kasih sayang, pendidikan, perlindungan, prestise,
dan kedamaian di dalam keluarga sehingga
seluruh anggota keluarga merasa betah dan bahagia berada di rumah.
Rumah seharusnya menjadi sorga bagi semua
penghuninya. Ini artinya, keluarga bebas dari segala bentuk konflik, dan bebas
dari semua bentuk kekerasan. Berbicara tentang keluarga, sasaran utamanya tentu
tertuju kepada ayah dan ibu atau suami-isteri. Dua-duanya sama-sama
bertanggungjawab dan harus saling melengkapi dalam memenuhi fungsi keluarga
tersebut.
Kekeliruan selama ini adalah terlalu banyak
menyerahkan urusan keluarga hanya kepada salah satu pihak, yakni biasanya hanya kepada ibu. Meskipun ayah
bertanggungjawab mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah, namun
tanggungjawab terhadap keluarga tidak boleh diabaikan. Ayah dan Ibu harus
memberikan prioritas utama kepada keluarga.
Ketiga, mencegah sedini mungkin timbulnya pergaulan bebas, dan terjadinya
hubungan seksual di luar perkawinan (zina), baik bagi mereka yang sudah menikah
maupun yang belum (Q.S. al-Isra`, 17:32 dan an-Nuur,31). Namun, perlu sekali ditegaskan di sini
bahwa selama ini upaya penghapusan prostitusi dilakukan hanya dengan menangkapi
para perempuannya. Jelas itu tidak adil, dan hasilnya pun sia-sia belaka.
Upaya menghapus prostitusi, jangan
semata-mata difokuskan pada perempuan yang menjadi obyeknya, melainkan harus
mencabut sistem yang melingkupi tumbuhnya prostitusi itu sendiri yang biasanya
sudah membentuk semacam mafia. Sistem dimaksud mencakup para calo yang merekrut
perempuan muda dari desa, para germo, para pelanggan, para centeng (petugas
keamanan yang melindungi), para pemilik rumah bordil dan tempat hiburan,
para pengusaha minuman keras, dan semua
pihak yang terlibat menyuburkan praktek prostitusi tersebut.
Upaya pencegahan tersebut amat perlu, sebab jika praktek-praktek
prostitusi telah marak di dalam suatu masyarakat, maka azab Allah akan menimpa
masyarakat tersebut secara keseluruhan. Dalam hadis Nabi saw. disebutkan:
إِذَا ظَهَرَ
الزِّنَا وَالرِّبَا فِى قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ
اللهِ.
"Apabila
praktek prostitusi dan riba telah merajalela di tengah-tengah masyarakat, maka
Allah swt pasti menimpakan bencana atas masyarakat itu seluruhnya."
Keempat, mempertegas penolakan terhadap segala bentuk hubungan seksual antar
sesama jenis kelamin atau praktek homoseksual, yaitu dengan menjelaskan bahwa
bentuk-bentuk hubungan semacam itu adalah perbuatan yang sangat keji dan amat
dimurkai Allah swt. (Q.S. al-A`raf, 7:80:81).
Kelima, mengaktifkan kegiatan penyuluhan dengan menggunakan bahasa dan
pendekatan agamis. Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa segala penjelasan yang
disampaikan kepada masyarakat hendaknya didasarkan pada argumen-argumen agama
yang diambil dari Al-Qur`an dan Sunah.
Keenam, menciptakan kondisi yang kondusif. Hal ini, antara lain dapat
dilakukan dengan mengajak seluruh anggota masyarakat agar secara bersama-sama
memperkuat benteng keluarga masing-masing. Sebab, menurut penelitian Prof. J.
Stinnet dan J. DeFrain (1987), semakin harmonis kehidupan suatu keluarga,
semakin kecil kemungkinannya akan timbul
broken home yang membawa kepada ketidak setiaan, ganti-ganti pasangan,
dan segala bentuk penyelewengan seksual lainnya, demikian pula sebaliknya.
Selain itu, seluruh anggota masyarakat perlu sepakat untuk
menjatuhkan sanksi sosial terhadap mereka yang mudah berganti-ganti pasangan
seksual (free sex), dan terhadap segala bentuk perilaku seksual yang
menyimpang, seperti sodomi, homosex dan sebagainya. Menghindarkan segala bentuk
rangsangan yang erotik (menimbulkan gairah birahi), baik melalui mass media
cetak maupun elektronik. Selain itu, perlu diperbanyak aktivitas-aktivitas yang
positif, seperti kegiatan-kegiatan keagamaan, terutama bagi para pemudanya.
Ketujuh, meneguhkan iman dan selalu memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang agar senantiasa menjaga kita dari segala bencana. Sebab
boleh jadi penyakit yang ditimpakan itu merupakan ujian Tuhan dengan maksud
agar manusia lebih mendekatkan diri kepada pencipta-Nya. Hal itu pernah
disinggung oleh Nabi saw. dalam salah satu sabdanya:
الْمَرَضُ
سَوْطُ اللهِ فِى الأَرْضِ يُؤَدِّبُ اللهُ بِهِ عِبَادَهُ.
“Penyakit itu adalah
cambuk Tuhan di bumi ini, dengannya Dia mendidik hamba-hamba-Nya.”
Kesimpulannya, melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap HIV/AIDS
dan narkoba dengan menggunakan pendekatan agamis akan lebih bermanfaat dan
berguna bagi kemanusiaan dan
sesungguhnya hal itu merupakan salah satu ajaran agama yang hakiki. Wallahu
a`lam bi al-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar