Sabtu, 11 November 2017

Bint asy-Syati’ Perempuan Ahli Tafsir




Meskipun namanya tidak banyak disebut, termasuk di lingkungan ahli tafsir, namun saya amat mengagumi kepakaran beliau, terutama dalam kapasitasnya sebagai mufassirah atau perempuan ahli tafsir. Tidak heran jika beliau tidak dikenal karena umat manusia, termasuk umat Islam sudah terlalu terbelenggu dalam budaya patriarki yang memandang pemilik kuasa hanyalah mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Pengalaman sehari-hari di sekolah dan di masyarakat mengajarkan bahwa ulama, khususnya ulama tafsir hanyalah laki-laki. Tidak boleh perempuan menjadi ulama besar dan terkenal, terlebih ulama tafsir.

Bint asy-Syati’ hanyalah sebuah nama julukan atau nama samaran yang dipakainya untuk mengelabui para pembacanya. Sebab, di masanya perempuan penulis apalagi sebagai ahli tafsir amat diingkari. Perempuan tidak pantas menjadi penulis karena itu adalah bagian dari pekerjaan para dewa, dan hanya boleh ditekuni oleh para patriak.

Nama lengkapnya adalah `A’isyah bint `Abd ar-Rahman, seorang ahli tafsir modern Mesir, yang lahir di Dumyat (Damietta), Mesir, tahun 1913. Ayahnya, `Abd ar-Rahman dikenal sebagai ahli tafsir ternama di Mesir. Bint asy-Syati' dididik dalam lingkungan tradisional oleh bapaknya, yang seharusnya tidak mengizinkannya masuk sekolah umum. Tetapi ibu dan kakek dari pihak ibunya membolehkannya masuk sekolah umum. Tahun 1936 Bint asy-Syati' masuk menjadi mahasiswa Fakultas Sastra (Faculty of Letters) University Fuad 1 (yang kemudian menjadi Cairo University), dan meraih gelar doktor pada tahun 1950 dengan sebuah disertasi tentang Puisi Abu al-'Ala al-Ma'arri.

Bint asy-Syati' menulis sejumlah buku dan artikel dalam berbagai bidang, seperti Studi Qur'an (Qur'anic studies), Kritik sastra, sejarah dan autobiograpi. Untuk melihat informasi lebih jauh tentang Bint asy-Syati' lihat C. Kooji, "Bint asy-­Syati': A Suitable Case for Biography?", dalam The Challenge of the Middle East, diedit oleh Ibrahim A. EI-Syeikh et al. (Amsterdam; University of Amsterdam, 1982), hlm. 67-72; Muhammad Amin, "A Study of Bint asy-Syati’s Exegesis" (Montreal: Thesis MA di McGill University, 1992), hlm. 6-23.

Lebih banyak orang luar yang menulis tentang kehebatan beliau, lihat misalnya dalam Valerie J. Hoffman-Ladd, "'A'isya `Abd ar-Rahman", dalam the Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, diedit oleh John l,. Esposito (New York; Oxford: Oxford University Press, 1995), I: 4-5; Miriam Cooke, "Arab Women Writers," dalam Modern Arabic Literature, diedit oleh M. M. Badawi (Cambridge; Cambridge University Press, 1992), hlm. 449; Abaza as-Sabi'i, "Bint asy-Syati’”, dalam Contemporary Arab Writers. Biographies and Autobiographies, diedit oleh Robert B. Campbell (Beirut: In Kommission bei Franz Steiner Verlag Stuttgart, 1996), I: 362-363; dan Paul Starkey, "'A'isya 'Abd ar-Rahman", dalam Encyclopedia of Arabic Literature, diedit oleh Julie Scott Meisami dan Paul Starkey (London dan New York: Routledge, 1998), I:18.

Beliau juga seorang murid dekat Amin al-Khuli, ahli tafsir ternama yang kemudian menjadi suaminya. Mengikuti suaminya, Bint asy-Syati' juga menekankan pentingnya metode tematik (maudu' al-wahid) dalam penafsiran. Sayang, Bint asy-Syati' juga tidak memberikan definisi tentang metode tematik dimaksud. Untuk mengetahui konsep Bint asy-Syati' menjadi penting memahami tanggapannya terhadap metode pemahamann nass yang digunakan pemikir Klasik dan Pertengahan. Penyebutan Klasik dan Pertengahan pada prinsipnya berusaha menggunakan pengelompokan periodisasi, yang secara umum dibagi tiga, yakni klasik, pertengahan dan modern. Namun, dalam hubungannya dengan formulasi konsep, hasil rumusan ilmuwan yang hidup di masa klasik dan pertengahan ini secara umum masuk kelompok tradisional atau konvensional.

Di antara kritiknya terhadap metode penafsiran Klasik dan Pertengahan adalah sebagai berikut. Pertama, bahwa metode penafsiran Klasik dan Pertengahan amat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran di luar Islam, seperti ajaran Isra'iliyyat (Judeo-Christian materials). Kedua, terkesan ada tendensi sektarian (at-ta’milat al-‘asabiyah) dalam metode Klasik dan Pertengahan. Ketiga, metode penafsiran Klasik dan Pertengahan justru melahirkan pemahaman yang terkesan dipaksakan. Keempat, metode penafsiran Klasik dan Pertengahan menyebabkan tidak disadarinya keunikan dan retorika Al-Qur`an yang luar biasa apabila dibandingkan dengan retorika karya lainnya. Terakhir, metode penafsiran Klasik dan Pertengahan tidak memperdulikan kemukjizatan Al-Qur`an (i’jaz).

Sebagai gantinya, Bint asy-Syati' menawarkan metode silang (the cross­referential method), yang terbagi menjadi tiga teori: Pertama, menekankan pentingnya memahami arti bahasa kata-kata Al-Qur`an (lexical meaning of any Qur’anic word). Pengakuan terhadap makna asli kata Al-Qur`an tentu saja sangat membantu seorang mufasir memahami tujuan makna (al-ma'na al-murad) sesuai dengan konteks di mana teks diturunkan.

Kedua, melibatkan semua ayat-­ayat yang berhubungan dengan subyek yang dibahas. Dengan prinsip ini berarti Al-Qur`an diberikan kebebasan (autonomy) untuk berbicara tentang dirinya sendiri. Tujuan dari metode ini adalah untuk menemukan penafsiran yang obyektif, bukan tcrkesan dipaksakan seperti apa yang ditemui dalam tafsir Klasik dan Pertengahan.

Ketiga, harus ada kesadaran tentang adanya konteks tertentu dari teks yang ada (as-siyaq al-khass) dan konteks umum (as-siyaq al-amm) dalam berusaha memahami kata-kata dan konsep Al-Qur`an.

Dalam ungkapannya sendiri: Prinsip dari metode silang seperti ini - seperti yang saya terima dari guru saya [yaitu Amin al-Khuli]- adalah pemahaman yang obyektif [at-tanawul al-maudu'i]. Metode ini disediakan untuk mempelajari satu subyek tertentu (maudu' al-wahid] dalam Al-Qur`an; dan Iebih jauh, semua ayat-ayat Al-Qur`an yang berbicara tentang subyek tersebut dibahas bersama secara keseluruhan agar penggunaan arti dan struktur Al-Qur`an -setelah meneliti secara cermat sense dasar linguistiknya- dapat dipahami.

Metode ini adalah satu metode yang sama sekali berbeda dengan penafsiran berdasarkan pembahasan surah demi surah, di mana di dalamnya kata dan ayat diteliti secara terpisah dari konteks umum teks yang ada [as-­siyaq al-'amm] dalam semua penggunaan Al-Qur`an. Metode tematik berdasarkan surah demi surah tidak cukup untuk memahami kata-kata atau ungkapan-ungkapan Al-Qur`an. Demikian juga dengan metode surah demi surah tidak cukup memahami struktur Al-Qur`an yang jelas dan keunikan retorika yang dimilikinya.

Karena itu, di samping mengkritik metode penafsiran yang digunakan para mufasir Klasik dan Pertengahan, Bint asy-Syati' juga memberikan tanggapan yang negatif terhadap metode tematik berdasarkan surah demi surah yang digunakan sejumlah pemikir Muslim kontemporer. Sebagai gantinya Bint asy-Syati' menawarkan pendekatan tematik berdasarkan subyek demi subyek. Sebagai tambahan, penulis tidak menemukan apakah al-Khuli memberikan respons negatif terhadap pendekatan tematik berdasarkan surah demi surah.

Dari kitab tafsir karangannya, Bint asy-Syati' terlihat menekankan pada pengertian kata, kalimat dan struktur Al-Qur`an. Tujuannya adalah untuk memahami makna dan isi Al-Qur`an berdasarkan Al-Qur`an sendiri. Bint asy-Syati' juga menganjurkan diadakannya usaha pemurnian makna Al-Qur`an dari berbagai unsur asing atau luar yang dimasukkan oleh para mufasir Klasik dan Pertengahan (kata-kata, kalimat dan strukturnya).

Menurutnya, penjelasan atau penafsiran Al-Qur`an seharusnya dijelaskan oleh Al-Qur`an sendiri bukan dari luar. Berdasarkan hal itu, Bint asy­-Syati' terlihat mencoba memurnikan tafsir dari pengaruh ide-ide atau pandangan-pandangan yang bersumber dari luar Al-Qur`an, dan menekankan tafsirnya dari sisi bahasa (kata-kata, kalimat dan struktur).

Usaha pemurnian ini terlihat lebih jelas ketika beliau mengkritik metode analisis sufi dan filsafat, yang, menurutnya, sangat banyak dipengaruhi ajaran-ajaran dari luar Al-Qur`an, seperti pengaruh Israiliyat. Sebaliknya, belum begitu jelas bagaimana Bint asy­-Syati' menghubungkan ayat-ayat yang dibahas dengan ayat-ayat lain yang berbicara tentang subjek yang sama. Penyebabnya barangkali karena baru ayat-­ayat pendek yang dibahasnya.


Foto courtesy by https://www.mihe.ac.uk/node/281





Tidak ada komentar:

Posting Komentar